• Rohis adalah Wadah

    Rohis merupkan perahu yang menyelamatkan genarasi Indonesia dari yang terombang ambing menjadi terarah.

  • Rohis Itu Asyik

    Rohis bukan tempat orang-orang yang baik dan soleh, tapi Rohis adalah tempat orang yg mau berubah jadi lebih baik.

  • Generasi Berkarakter

    Rohis siapkan generasi yang berkarakter Rabani dan Qur'an.

CARA NABI BERDAKWAH ISLAM




Cara Nabi Berdakwah Islam
Ada baiknya kita mempelajari cara Nabi dalam berdakwah. Sebab banyak “dakwah” bukannya menyeru manusia ke dalam Islam, justru akhirnya mengkafirkan sesama Muslim. Menjauhkan orang yang sudah bersyahadah dan sholat dari Islam. Padahal dakwah Nabi adalah membuat orang-orang kafir dan jahil menjadi Islam.
Pertama dakwah Nabi adalah Tauhid. Menyeru manusia agar menyembah Allah. Membuat manusia bersaksi: “Tidak ada Tuhan selain Allah”.
Nabi Muhammad pertama-tama mendakwahi keluarga terdekatnya. Ini pun secara sembunyi-sembunyi, agar tidak terjadi benturan dengan orang-orang yang masih kafir.
Pada awal periode Mekkah Rasulullah berdakwah secara sembunyi-sembunyi, mendatangi orang-orang dekat Beliau antara lain istri Beliau Khadijah, keponakannya Ali, budak Beliau Zaid, untuk diajak masuk Islam. Ketika turun surat al Muddatstsir : 1-2, Rasululah mulai melakukan dakwah di tengah masyarakat, setiap bertemu orang Beliau selalu mengajaknya untuk mengenal dan masuk Islam (masih dalam keadaan sembunyi-sembunyi). Ketika Abu Bakar menyatakan masuk Islam, dan menampakkannya kepada orang-orang yang dia percayai, maka muncullah nama-nama seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah  yang juga masuk Islam. Dan seterusnya diikuti oleh yang lain seperti Abu ‘Ubaidah, Abu Salamah, Arqom bin Abi al Arqom, dll. Beliau menjadikan rumah Arqom bin Abi al Arqom sebagai pusat pengajaran dan sekaligus pusat kutlah (kelompok) yang dalam bahasa kita tepatnya disebut sekretariat. Di tempat ini Rasulullah mengajarkan hukum-hukum Islam, membentuk kepribadian Islam serta membangkitkan aktivitas berpikir para sahabatnya tersebut. Beliau menjalankan aktivitas ini lebih kurang selama 3 tahun dan menghasilkan 40 orang lebih yang masuk Islam.
Setelah 3 tahun, turun surat al Hijr : 94, yang memerintahkan Rasulullah untuk berdakwah secara terang-terangan dan terbuka.  Di tahap ini kaum kafir mulai memerangi dan menganiayah Rasulullah dan para sahabatnya. Ini adalah periode yang paling berat dan menakutkan di antara seluruh tahapan dakwah. Bahkan sebagian sahabat yang dipimpin oleh Ja’far bi Abi Thalib diperintahkan oleh rasul untuk melakukan hijrah ke Habsyi. Sementara Rasulullah dan sahabat yang lain terus melakukan dakwah dan mendatangi para ketua kabilah atau ketua suku baik itu suku yang ada di Mekkah maupun yang ada di luar Mekkah. Terutama ketika musim haji, dimana banyak suku dan ketua sukunya datang ke Mekkah untuk melakukan ibadah haji. Rasulullah mendatangi dan mengajak mereka masuk Islam atau minimal memberikan dukungan terhadap perjuangan Nabi.
Saat kondisi amat membahayakan, para sahabat dan Nabi pun hijrah ke Madinah. Ini agar tidak terjadi pertumpahan darah yang tidak perlu. Bisa saja Nabi melawan/berontak karena beberapa sahabat seperti Abu Bakar, Abdurrahman bin ‘Auf, Umar, dsb adalah bangsawan yang terpandang dan juga cukup disegani. Tapi itu akan menimbulkan korban jiwa baik di kalangan Islam mau pun orang-orang kafir yang jadi target dakwah Nabi. Pada akhirnya, orang-orang kafir ini akan masuk Islam dengan cara yang damai lewat Futuh Mekkah. Jadi Islam amat menghargai nyawa manusia.
Saat orang2 kafir Musyrik di Thaif menolak dakwah Nabi bahkan menimpuki Nabi, Malaikat menawarkan Nabi untuk melaknat dan membunuh mereka dengan menjatuhkan gunung ke kaum tsb, Nabi menolaknya. Siapa tahu keturunan mereka akan jadi Muslim yang baik.
Nabi melakukan dakwah dengan cara yang baik dan bijak.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
”Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiyaa : 107)
Rasulullah SAW adalah sebaik-baiknya teladan bagi umat manusia. Dalam berdakwah, Rasul SAW senantiasa mengajak umatnya dengan cara yang lembut, sopan, bijaksana, kasih sayang, dan penuh keteladan.
Sebab, sejatinya dakwah adalah menyeru dan mengajak umat manusia untuk menjadi lebih baik. Bukan menakut-nakuti mereka dengan berbagai ancaman. Dalam Alquran, Allah SWT memberikan tuntunan berdakwah dengan tiga cara, yakni bil hikmah, mau’izhotil hasanah wa jaadilhum billati hiya ahsan.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (QS An-Nahl: 125).
Bahkan terhadap Fir’aun yang super Kafir karena mengaku Tuhan dan paling zalim sekalipun Allah memerintahkan Nabi Musa untuk berdakwah kepada Fir’aun dengan baik. Padahal Fir’aun ini zalimnya luar biasa karena sudah membunuh banyak bayi lelaki dan ingin membunuh Nabi Musa dan pengikutnya. Allah tidak memerintahkan Nabi Musa membunuh Fir’aun atau pun Bughot karena kekafiran dan kezaliman Fir’aun. Jadi aneh jika zaman sekarang ada yang membantai puluhan ribu manusia dengan alasan si Fulan yang sebenarnya masih sholat sebagai Kafir dan Zalim. Itu bertentangan dengan AL Qur’an:
Apa firman Allah kepada Musa?
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” [Thaahaa 43-44]
Lihat cara Nabi berdakwah di bawah. Jika kita ditanya, mungkin kita jawab singkat: “Tidak boleh. Zina itu haram!” Tapi bisa jadi kurang efektif dan tidak membekas.
Seorang pemuda pernah bertemu dan bertanya pada Rasul SAW. ”Ya Rasulullah, izinkan saya berzina.” Rasul memandangi pemuda tersebut dengan penuh kasih sayang dan mengajaknya berdialog. ”Sukakah kamu bila itu terjadi pada ibumu?” tanya Rasul. ”Tidak, demi Allah,” jawab anak muda itu.
”Sukakah kamu bila itu terjadi pada saudara perempuanmu?” tanya Rasul. ”Tidak, demi Allah.” ”Sukakah kamu bila itu terjadi pada anak perempuanmu?.” ”Tidak, demi Allah.” Sukakah kamu bila itu terjadi pada istrimu?” Anak muda itu menjawab, ”Tidak, Demi Allah.”
Rasulullah lalu berkata, ”Demikianlah halnya dengan semua perempuan, mereka itu berkedudukan sebagai ibu, saudara perempuan, istri, atau anak perempuan.” Kemudian beliau meletakkan telapak tangannya di dada pemuda itu, lalu mendoakannya.
Kalau ada kelompok Islam yang melakukan buruk sangka/su’u zhon, melakukan ghibah dan fitnah, tidak tabayyun/memeriksa berita dari orang fasik, melakukan adu domba/namimah, maka itu bukanlah dakwah yang benar karena bertentangan dengan surat Al Hujuraat dan hadits Nabi di bawah:
“Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak dapat masuk surga seorang yang gemar mengadu domba.” (Muttafaq ‘alaih)
Islam itu akan tergambar kepada kemuliaan akhlak:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” [Al Ahzab 21]
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu…” [Ali ‘Imran 159]
Saat para sahabat disiksa di Mekkah dan Nabi juga dihina seperti dilempari tahi unta bahkan hendak dibunuh, Nabi tidak meminta para sahabat memerangi mereka. Karena Nabi menghindari pertumpahan darah. Nabi memilih hijrah ke Madinah dan menghindari peperangan.
Saat diserang kaum kafir Quraisy di Madinah pun Nabi memilih bertahan membela diri pada perang Badar, perang Uhud, dan Perang Khandaq. Saat musuh kalah dan mundur, beliau tidak mengejar dan menghabisi mereka. Tapi membiarkan mereka lari menyelamatkan diri.
Setelah itu, baru Nabi menaklukkan kota Mekkah dengan Futuh Mekkah. Itu pun tidak dengan peperangan. Dan nyaris tidak ada korban jiwa. Ini karena Nabi bukanlah orang yang kejam dan haus darah.
Abu Sofyan dedengkot orang kafir yang jadi musuh bebuyutannya beliau hormati dan dijadikan sahabat. Hindun yang membunuh paman Nabi, Sayyidina Hamzah, dengan keji hingga tidak berbentuk lagi serta memakan jantungnya beliau maafkan. Padahal bisa saja beliau jadikan dia sebagai penjahat perang yang dihukum mati karena telah bertindak kejam melampaui batas. Nabi juga memaafkan Wahsyi yang membunuh paman beliau. Sehingga Wahsyi bisa jadi Muslim yang baik dan kelak tombaknya membunuh satu Musuh Islam yang mengaku sebagai Nabi, yaitu Musailamah Al Kazzab.
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” [Fushshilat 34-35]
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” [An Nisaa’ 114]
Dalam berdakwah, Nabi mengelola zakat sehingga uang bisa beredar dari yang kaya ke orang-orang yang memerlukan seperti fakir miskin dan orang-orang yang berjuang di jalan Allah.
Nabi juga hati-hati dalam menerima berita meski itu dari utusan kepercayaannya sebagaimana diceritakan Allah dalam surat Al Hujuraat ayat 6. Saat ada berita bahwa satu kaum tidak ingin membayar zakat, malah hendak membunuh utusannya, Nabi tidak langsung percaya dan menyerang kaum tersebut. Tetapi mengirim utusan yang lain untuk memeriksa kebenaran tersebut. Dan ternyata memang berita itu bohong.
Nabi tidak suka berburuk sangka (su’u zhon) dan juga tidak mudah mengkafirkan seorang Muslim. Nabi meng-Islamkan orang kafir. Ini beda dengan sebagian “pendakwah” yang justru menjauhkan orang dari Islam dengan mengkafirkan orang Islam (Paham Takfiri).
“Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya “hai kafir”, maka ucapan itu akan mengenai salah seorang dari keduanya.” [HR Bukhari]
Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw, membunuh orang yang sedang mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah, ” Nabi menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata, “Dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah karena takut mati.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Apakah kamu mengetahui isi hatinya?” [HR Bukhari dan Muslim]
Nabi lemah-lembut dalam berdakwah:
Dari Aisyah ra, katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya Allah itu Maha Lemah Lembut dan mencintai sikap yang lemah lembut dalam segala perkara.” (Muttafaq ‘alaih)
Saat seorang Arab kampung kencing di masjid, banyak sahabat yang ingin memukulnya karena “kurang ajar”:
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Ada seorang A’rab -orang Arab dari daerah pedalaman- kencing dalam masjid, lalu berdirilah orang banyak padanya dengan maksud hendak memberikan tindakan padanya. Kemudian Nabi s.a.w. bersabda: “Biarkanlah orang itu dan di atas kencingnya itu siramkan saja setimba penuh air atau segayung yang berisi air. Karena sesungguhnya engkau semua itu dibangkitkan untuk memberikan kemudahan dan bukannya engkau semua itu dibangkitkan untuk memberikan kesukaran.” (Riwayat Bukhari)
Namun Nabi melarang mereka dan menyiramnya dengan air. Jika orang itu dipukul, niscaya dia akan benci terhadap Islam dan mati sebagai orang kafir. Namun kelembutan Nabi membuat orang itu tetap di dalam Islam.
Dari Jarir bin Abdullah r.a., katanya: “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa yang tidak dikaruniai sifat lemah lembut, maka ia tidak dikaruniai segala macam kebaikan.” (Riwayat Muslim)
Jika orang berdakwah dengan akhlaq yang kasar, selain tidak sesuai sunnah Nabi juga justru menjauhkan manusia dari Islam:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu…” [Ali ‘Imran 159]
Meski demikian, terhadap orang-orang kafir yang memerangi Islam Nabi amat tegas sehingga orang-orang kafir yang merupakan Super Power dunia saat itu seperti Kerajaan Romawi dan Persia gentar menghadapi Nabi. Saat Kerajaan Romawi memprovokasi ummat Islam, Nabi segera berangkat ke Tabuk bersama 30 ribu pasukan Muslim. Meski 1 bulan menunggu, tentara Romawi tidak berani menyerang sehingga Nabi kembali ke Madinah.
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” [Al Fath 29]
Nabi juga tidak mudah menuduh bid’ah/sesat kepada ummatnya yang melakukan zikir/doa yang tidak pernah beliau ajarkan selama tidak bertentangan dengan syar’ie:
Hadis pertama: Seseorang tiba di mesjid kemudian ia masuk kedalam shaf shalat. Ia tergopoh-gopoh karena mengejar shalat. Kemudian ia berkata:”Alhamdulillah hamdan kathiron thayyiban mubaarokan fiihi.”Ketika sholat selesai Rasulullah bertanya:”siapa yang mengucapkan kata-kata tadi?” Sahabat tidak ada yang menjawab. Kemudian Rasulullah saw mengulangi pertanyaanya: ”Siapa yang mengucapkan kata-kata tadi, Ia tidak mengucapkan sesuatu yang jelek. ” Seseorang menjawab: ”Saya tiba di masjid dan khawatir tertinggal shalat, maka saya mengucapkannya. ” Rasulullah berkata: ”Saya melihat dua belas malaikat berlomba siapa di antara mereka yang mengangkatnya.” (HR Muslim No. 600)
Hadis Kedua: Ibnu Umar berkata: ketika kami sedang shalat bersama Rasulullah saw tiba-tiba ada seseorang yang mengucapkan: ” Allahu-akbar kabiroo, walhamdu-lillahi katsiroo, wa subhanallahi bukrotaw-waashilaa.” Kemudian Rasulullah saw bertanya: ”kalimat zikir tadi, Siapa yang mengucapkannya ?” salah seorang menjawab; “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah berkata: ”Aku mengaguminya, dibukakan pintu langit bagi kalimat tersebut!”(HR Muslim no.601)
Hadis Ketiga: Seseorang dari kaum Anshar menjadi imam di masjid Quba. Ia selalu membaca surat al Ikhlas sebelum membaca surat lain setelah al-Fatihah. Ia melakukannya setiap rakaat. Jamaah masjid menegurnya: ”Kenapa anda selalu memulainya denga al-Ikhlas, bukankah surat al-Ikhlas cukup dan tidak perlu membaca surat lain, atau engkau memilih cukup membaca al-Ikhlas atau tidak perlu membacanya dan cukup surat lain. Ia menjawab: Saya tidak akan meninggalkan surat al-Ikhlas, kalau kalian setuju saya mengimami dengan membaca al-Ikhlas maka saya akan mengimami kalian, tapi kalau kalian tidak setuju maka saya tidak akan jadi imam. Mereka tahu bahwa orang ini yang paling baik dan tidak ingin kalau yang lain mengimami shalat. Ketika Rasulullah datang mengunjungi, mereka menyampaikan hal ini kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw bertanya pada orang tersebut; ”Apa yang membuatmu menolak saran teman-temanmu? Dan Apa yang membuatmu selalu membaca surat al-Ikhlas setiap rakaat?” Ia menjawab: ”Saya mencintainya (al-Ikhlas). Rasulullah berkata: ”Kecintaanmu terhada surat al-ikhlas memasukanmu kedalam syurga!” (HR Bukhori no.741)
Meski Nabi tidak pernah mengajarkan itu, dan sahabat ada yang melakukannya, Nabi tidak memaki mereka sebagai bid’ah sesat dan masuk neraka. Sebaliknya memujinya bahwa mereka dapat pahala sehingga masuk surga.
Mungkin ada yang berdalih: “Itukan sahabat yang sudah dapat persetujuan dari Nabi. Sedang kita tidak”. Harusnya mereka paham bahwa saat Nabi mengatakan bahwa “Setiap yang bid’ah itu sesat dan yang sesat itu masuk neraka”, Nabi mengatakan itu kepada para SAHABAT. Bukan kita. Kalau bukan kepada sahabat kalimat itu diucapkan, kepada siapa lagi? Bukankah Nabi diutus kepada kaumnya? Jadi saat ada Sahabat yang melakukan bid’ah, ternyata tidak semua bid’ah itu sesat. Ada juga yang memang jika baik, dibolehkan oleh Nabi.
Ada hal-hal yang memang bid’ah misalnya sholat wajib 5 waktu itu sudah jelas. Jika ada yang menambah sholat wajib ke 6 atau ada puasa wajib di bulan selain Ramadhan, maka itu adalah bid’ah. Tapi jika bukan tentang hal yang qoth’i, kita tidak bisa sembarang memvonis bid’ah dholalah. Harus ada fatwa dari Jumhur Ulama. Bukan vonis segelintir ulama ekstrim yang picik dan dangkal ilmunya.

Share:

MANFAAT DAN METODE MENGHAFAL AL QURAN




Apakah keutamaan hafal Al-Quran? Mungkin inilah pertanyaan segelintir orang yang heran dengan mereka yang menghabiskan waktunya untuk menghafal AlQuran Disini saya akan mengupas apa saja keutamaan menghafal Al-Qurandan mengapa saya lebih baik menunda kuliah karena masih banyak tunggakan hafalan yang belum dihafal dan dipelajari. Berikut keutamaan menghafal Al-Quran:

  1. Ridho Allah
  2. Akan menjadi penolong (syafaat) bagi penghafalnya
  3. Benteng dan perisai hidup
  4. Pedoman dalam menjalankan kehidupan
  5. Nikmat mampu menghafal AlQuran sama dengan nikmat kenabian
  6. Kebaikan dan berkah bagi penghafalnya
  7. Rasulullah sering mengutamakan yang hafalannya lebih banyak (Mendapat tasyrif nabawi)
  8. Para ahli Quran adalah keluarga Allah yang berjalan di atas bumi
  9. Dipakaikan mahkota dari cahaya di hari kiamat yang cahayanya seperti cahaya matahari
  10. Kedua orang tuanya dipakaikan jubah kemuliaan yang tak dapat ditukarkan dengan dunia dan seisinya
  11. Kedudukannya di akhir ayat yang dia baca
  12. Tiap satu huruf adalah satu hasanah hingga 10 hasanah
  13. Allah membolehkan rasa iri terhadap ahlul Quran
  14. Menjadi sebaik-baik manusia
  15. Kenikmatan yang tiada bandingannya
  16. Ditempatkan di syurga yang tertinggi
  17. Akan menjadi orang yang arif di syurga kelak
  18. Menjadi pengingat akan kebesaran Allah
  19. Menghormati penghafal Quran berarti mengagungkan Allah
  20. Hati penghafal Quran tidak akan disiksa
  21. Lebih berhak menjadi imam sholat
  22. Dapat memberikan syafaat pada keluarganya
  23. Bekalan yang paling baik
  24. Menjadikan baginya kedudukan di hati manusia dan kemuliaan
  25. Ucapan pemiliknya selamat dan lancar berbicara
  26. Ciri orang yang diberi ilmu
  27. Membantu daya ingat
  28. Penghafal Quran tidak pernah terkena penyakit pikun
  29. Mencerdaskan dan meningkatkan IQ
  30. Menambah keimanan
  31. Mengetahui ilmu agama dan ilmu dunia
  32. Menjadi hujjah dalam ghazwul fikri saat ini
  33. Menjadi kemudahan dalam setiap urusan
  34. Menjadi motivator tersendiri
  35. Pikiran yang jernih
  36. Ketenangan dan stabilitas psikologis
  37. Lebih diterima bicara di depan publik
  38. Menerima kepercayaan orang lain
  39. Penghafal Quran akan selalu mendapat keuntungan dagangan dan tidak pernah rugi
  40. Menyehatkan jasmani (seperti yang diteliti oleh Dr. Shalih bin Ibrahim Ash-Shani’, guru besar psikologi di Universitas Al-Imam bin Saud Al-Islamiyyah, Riyadh,
(Sumber http://maryam-qonita.blogspot.co.id/2012/09/40-keutamaan-menghafal-al-quran.html)


Dirangkum dari beberapa ayat qur'an & hadits oleh:
Syekh Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh
(Syekh Mufti Kesultanan Palembang Darussalam)


DALIL QUR'AN TENTANG KEUTAMAAN AL-QUR'AN

(1) “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al Qur’an) dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30.

(2) Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu (Al Quran) (QS. Al Kahfi : 27).

(3) Dan firman-Nya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al Quran)… (QS. Al Ankabut : 45).

(4) Dan firman-Nya: Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Rabb negeri ini (Mekah) yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. * Dan supaya aku membacakan al-Qur’an (kepada manusia). “. (QS. an-Naml: 91-92).

(5) “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.” (QS. Al-Maidah: 48)


DALIL HADITS TENTANG KEUTAMAAN AL-QUR'AN

(1) Dari Utsman radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari no. 4639).

(2) Alangkah indahnya hidup kita, bila kita tidak hanya sekedar bisa membaca Al Quran, tetapi juga menghafalnya dan mengamalkannya. Banyak hadits Rasulullah Saw yang mendorong untuk menghafal Al Qur’an atau membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang individu muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allah Swt.  Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas “Orang yang tidak mempunyai hafalan Al Qur’an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh (HR. Tirmidzi).

(3) Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Sawbersabda:  “Penghafal Al Quran akan datang pada hari kiamat, kemudian Al Quran akan berkata: Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota karamah (kehormatan), Al Quran kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang itu dipakaikan jubah karamah. Kemudian Al Quran memohon lagi: Wahai Tuhanku ridhailah dia, maka Allah meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu, bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allah menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan”  (HR. Tirmidzi, hadits hasan {2916}, Inu Khuzaimah, Al Hakim, ia menilainya hadits shahih).

(4) Al Qur’an akan menjadi penolong (syafa’at) bagi penghafal .Dari Abi Umamah ra. ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah olehmu Al Qur’an, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi para pembacanya (penghafalnya).”” (HR. Muslim).

(5) Nabi Saw memberikan amanat pada para hafizh dengan mengangkatnya sebagai pemimpin delegasi. Dari Abu Hurairah ia berkata, “Telah mengutus Rasulullah SAW sebuah delegasi yang banyak jumlahnya, kemudian Rasul mengetes hafalan mereka, kemudian satu per satu disuruh membaca apa yang sudah dihafal, maka sampailah pada Shahabi yang paling muda usianya, beliau bertanya, “Surat apa yang kau hafal? Ia menjawab,”Aku hafal surat ini.. surat ini.. dan surat Al Baqarah.” Benarkah kamu hafal surat Al Baqarah?” Tanya Nabi lagi. Shahabi menjawab, “Benar.” Nabi bersabda, “Berangkatlah kamu dan kamulah pemimpin delegasi.” (HR. At-Turmudzi dan An-Nasa’i).

(6) Nikmat mampu menghafal Al Qur’an sama dengan nikmat kenabian, bedanya ia tidak mendapatkan wahyu, “Barangsiapa yang membaca (hafal) Al Quran, maka sungguh dirinya telah menaiki derajat kenabian, hanya saja tidak diwahyukan padanya.” (HR. Hakim).

(7) Seorang hafizh Al Qur’an adalah orang yang mendapatkan Tasyrif nabawi (Penghargaan khusus dari Nabi Saw). Di antara penghargaan yang pernah diberikan Nabi SAW kepada para sahabat penghafal Al Qur’an adalah perhatian yang khusus kepada para syuhada Uhud yang hafizh Al Qur’an. Rasul mendahulukan pemakamannya. “Adalah Nabi mengumpulkan diantara orang syuhada uhud, kemudian beliau bersabda, :Manakah diantara keduanya yang lebih banyak hafal Al Quran, ketika ditunjuk kepada salah satunya, maka beliu mendahulukan pemakamannya di liang lahat.” (HR. Bukhari)

(8) Telah diriwayatkan oleh Tirmizi, 2914 dan Abu Daud, 1464 dari Abdullah bin Amr dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dikatakan kepada pemilik Al-Qur’an, bacalah dan mendakilah. Bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membaca secara tartil di dunia. Karena kedudukanmu di akhir ayat yang engkau baca.” (Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albany dalam As-silsilah As-Shahihah, 5/281 no. 2240)

(9) Hafizh Qur’an adalah keluarga Allah yang berada di atas bumi. “Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya.” (HR. Ahmad)

(10) Siapa yang membaca Al Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaiakan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, “Mengapa kami dipakaikan jubah ini?” Dijawab,”Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Qur’an.” (HR. Al-Hakim)

(11) Dari Abdillah bin Amr bin ‘Ash dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Akan dikatakan kepada shahib Al Qur’an, “Bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau dulu mentartilkan Al Qur’an di dunia, sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi)

(12) Kepada hafizh Al Qur’an, Rasul SAW menetapkan berhak menjadi imam shalat berjama’ah. Rasulullah SAW bersabda, “Yang menjadi imam suatu kaum adalah yang paling banyak hafalannya.” (HR. Muslim)

(13) “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Qur’an maka baginya satu hasanah, dan hasanah itu akan dilipatgandakan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, namun Alif itu satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf.”  (HR. At Turmudzi).

(14) Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata, “Batu ujian adalah yang terpercaya, Al-Qur`an adalah terpercaya di atas seluruh kitab sebelumnya.”

(15) Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Tidak boleh ada hasad (kecemburuan) kecuali pada dua hal. (Pertama) kepada seorang yang telah diberi Allah (hafalan) Al Qur`an, sehingga ia membacanya siang dan malam. (Kedua) kepada seorang yang dikaruniakan Allah harta kekayaan, lalu dibelanjakannya harta itu siang dan malam (di jalan Allah).” (HR. Al-Bukhari no. 4638 dan Muslim no. 1350)

(16) Dari ‘Aisyah radhiallahu anha dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang yang mahir membaca Al Qur`an, maka kedudukannya di akhirat ditemani oleh para malaikat yang mulia. Dan orang yang membaca Al Qur`an dengan tertatah-tatah, ia sulit dalam membacanya, maka ia mendapat dua pahala.” (HR. Muslim no. 1329)

(17) Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Perumpamaan orang yang membaca Al Qur`an adalah seperti buah Utrujjah, rasanya lezat dan baunya juga sedap. Sedang orang yang tidak membaca Al Qur`an adalah seperti buah kurma, rasanya manis, namun baunya tidak ada. Adapun orang Fajir yang membaca Al Qur`an adalah seperti buah Raihanah, baunya harum, namun rasanya pahit. Dan perumpamaan orang Fajir yang tidak membaca Al Qur`an adalah seperti buah Hanzhalah, rasanya pahit dan baunya juga tidak sedap.” (HR. Al-Bukhari no. 4632 dan Muslim no. 1328)

(18) Para malaikat juga ada yang mempunyai tugas khusus turun untuk mendengarkan bacaan orang yang membaca Al-Qur`an. Abu Said Al Khudri radhiallahu anhu bercerita: “Pada suatu malam, Usaid bin Hudlair membaca (surat Al Kahfi) di tempat penambatan kudanya. Tiba-tiba kudanya meloncat, ia membaca lagi, dan kuda itupun meloncat lagi. Kemudian ia membaca lagi, dan kuda itu meloncat kembali. Usaid berkata, “Saya khawatir kuda itu akan menginjak Yahya, maka aku pun berdiri ke arahnya. Ternyata (aku melihat) sepertinya ada Zhullah (sesuatu yang menaungi) di atas kepalaku, di dalamnya terdapat cahaya yang menjulang ke angkasa hingga aku tidak lagi melihatnya. Maka pada pagi harinya, aku menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, semalam saya membaca (Al Qur`an) di tempat penambatan kudaku namun tiba-tiba kudaku meloncat.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bacalah wahai Ibnu Hudlair.” Kemudian aku pun membacanya lagi, dan kuda itu juga meloncat kembali. Beliau bersabda: “Bacalah wahai Ibnu Hudlair.” Kemudian aku pun membacanya lagi, dan kuda itu juga meloncat kembali. Beliau bersabda lagi, “Bacalah wahai Ibnu Hudlair.” Ibnu Hudlair berkata; Maka sesudah itu, akhirnya saya beranjak. Saat itu Yahya dekat dengan kuda, maka saya khawatir kuda itu akan menginjaknya. Kemudian saya melihat sesuatu seperti Zhullah (sesuatu yang menaungi) yang di dalamnya terdapat cahaya yang naik ke atas angkasa hingga saya tidak lagi melihatnya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Itu adalah Malaikat yang sedang menyimak bacaanmu, sekiranya kamu terus membaca, niscaya pada pagi harinya manusia akan melihatnya dan Malaikat itu tidak bisa menutup diri dari pandangan mereka.” (HR. Muslim no. 1327)

(19) Disunnahkan untuk mendengarkan bacaan Al-Qur`an, meminta orang yang hafal untuk membacanya, menangis ketika membaca dan mendengarnya, serta mentadabburi kandungannya. Semua ini dipetik dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu bahwa dia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku: “Bacakanlah Al Qur’an kepadaku! Aku berkata; Bagaimana aku membacakan kepadamu, padahal Al Qur’an diturunkan kepadamu? Beliau menjawab: “Sesungguhnya aku suka mendengarkannya dari orang lain.” Lalu aku membacakan kepada beliau surat An Nisa` hingga tatkala sampai ayat, “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu.” (QS. An Nisa`: 41).” Beliau berkata, ‘Cukup.’ Dan ternyata beliau mencucurkan air mata (menangis).” (HR. Al-Bukhari no. 4216 dan Muslim no. 1332)

(20) Dalam hal keutamaan penghafal Al-Qur’an, terdapat riwayat dari Bukhari, no. 497 dari Aisyah dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Perumpamaan yang membaca Al-Qur’an sementara dia menghafalkannya bersama para Malaikat. Sedangkan perumpamaan yang membaca Al-Qur’an sementara dia menjaganya dengan sungguh-sungguha maka dia mendapatkan dua pahala.”

 (21) Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, bersabda: “Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat bagi seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, 'Wahai Tuhanku sesungguhnya aku menghalanginya dari makan dan syahwat pada siang hari, maka berikanlah syafaat kepadaku untuknya. Lalu Al-Qur’an berkata, 'Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menghalanginya dari tidur waktu malam hari, maka berikanlah syafaat kepadaku untuknya. Maka keduanya dapat memberikan syafaat.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani dan Hakim. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami, no. 3882) 

(22) Jabir ibn Abdillah ra berkata : Ketika Rasulullah saw ingin menguburkan para suhada perang Uhud, baginda menggabungkan dua jenazah dalam satu lahat, sebelum itu baginda bertanya: Siapakah di antara mereka yang paling banyak menghfal al-Qur’an ? Jika ada yang mengisyaratkan ke arah salah satu dari jenazah, maka jenazah itu didahulukan masuk ke liang lahat. Kemudian baginda bersabda : Saya akan menjadi saksi untuk mereka pada hari kiamat nanti. Beliau memerintahkan jenazah-jenazah tersebut dikubur bersama darah-darahnya tanpa perlu dimandikan. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (hadis no. 1266), Abu Dawud (hadis no. 2731), al-Tirmizi (hadis no. 957) al-Nasa’i (hadis no. 1929) dan Ibn Majah (hadis no. 1503).

(23) Sahal ibn Sa’ad ra berkata : Telah datang kepada Nabi saw seorang perempuan dan berkata bahwa dia telah menyerahkan dirinya untuk Allah dan RasulNya. Nabi bersabda: Aku tidak menginginkan perempuan. Maka seorang sahabat berkata: Kawinkanlah aku dengannya. Rasulullah saw bersabda: Berikanlah dia pakaian (sebagai maskawin). Pria itu menjawab: Saya tidak mampu. Nabi saw bersabda kembali: Berikanlah dia walaupun cincin dari besi. Pria itu tidak menyanggupinya. Rasulullah saw bersabda lagi: Apa yang kamu hafal dari al-Qur’an ? Pria itu menjawab : Beberapa surah, surah ini dan itu. Rasulullah saw bersabda : Aku telah nikahkan kamu dengan hafalan al-Qur’an yang kamu miliki (untuk diajarkan kepada istri sebagai mahar). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (hadis no. 5029) dan Muslim (hadis no. 2554).

Begitu banyak keutamaan menghafal Al Quran, tapi karena kesibukan dunia dan segala pesonanya yang menggoda, membuat kita jadi malas melakukannya, karena itu mulai sekarang, sebaiknya kita mulai meluangkan waktu untuk mulai kembali menghafal Al Quran.

METODE MENGHAFAL AL-QUR'AN

Untuk menghafal al-qur’an sebenarnya susah-susah gampang ,karena pada dasarnya menghafal al-qur’an  tergantung pada individu masing – masing. Semua orang sangat mudah dan siapapun itu dapat menghafal al-qur’an. Bagaimanakah cara menghafal al-qur’an yang efektif dan efisien ?
Sebelum kita mempelajari bagaimana metode menghafal al-qur’an ,kita harus tahu dulu bagaimana tatacara sebelum kita menghafal al-qur’an .

Berikut beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum menghafal al-qur’an :

  • Niat
Sebelum kita menghafal al-qur’an maka pertama kali yang harus kita lakukan yaitu niat sepenuh hati dari dalam diri ,dan membersihkan jiwa kita .Niat sangat mempengaruhi ,karena jika kita menghafal cuma karena ingin menjadi penghafal al-qur’an maka hafalan kita pasti akan tidak bermanfaat dan lebih sulit menghafal bahkan akan merasa bosan serta malas. Hal ini di karenakan kita tidak mendapat Ridho dari ALLOH swt .
  • Wudhu disetiap akan melakukan hafalan al-qur’an
  • Berdoa
  • Melakukan amalan – amalan seperti sholat tahajut, sholat hajat , puasa dan sodakoh.

Metode menghafal al-qur’an




1.Menggunakan mushaf yang sama

Menggunakan mushaf yang sama yaitu suatu cara menghafal yang pertama ,kenapa demikian yaitu karena untuk mudah mengingat.

2. Menghafal dengan perlembar atau per ayat

cara menghafal dengan menghafal perlembar yaitu sehari menghafal 1 lembar dan diulngi sebanyak 20 kali  atau lebih sampai hafal dan untuk melanjutkan hafalan ke halaman selanjutnya yaitu dengan mengulang hafalan sebelumnya.
cara menghafal dengan menghafal per ayat yaitu dengan cara menghafal 1 ayat di ulangi sampai hafal sebanyak 20 kali  atau lebih dan untuk melanjutkan ke ayat selanjutnya ,ayat sebelumnya juga dihafalkan.
Mengapa diulang 20 kali dan mengulang sebelumnya ,karena supaya hafalan yang sebelumnya tidak hilang atau lupa dan untuk memperkuat hafalan.

3. Ketika ayat nya panjang maka hafalannya dibagi menjadi 3 bagian dan di ulang per bagian sebanyak 20 kali atau lebih .

4. Memiliki target

Ketika seseorang menghafal al-qur’an dan tidak memiliki tarjet maka hafalnnya tidak akan teratur dan untuk enjadi penyemangat .
contoh :
Dalam juz ‘amma  atau juz 30 terdiri atas 271 baris (termasuk surat dan ayat ),
apabila kita sehari menghafal  1 hari hafal 1 baris maka kita memerlukan 9 bulan untuk menghafal jus ‘amma.
apabila kita menghafal 1 hari 4 baris maka kita memerlukan waktu 2 bulan untuk menghafalnya .

5.Sering mendengarkan bacaan AL-qur’an

Selain untuk mempercepat penghafalan , mendengarkan bacaan atau murotal juga dapat memperbaiki tajwij dan mahroj huruf yang benar .

6. Menyetorkan bacaan

Setelah menghafal , kita hendaknya menyetorkan kepada orang lain seperti orang tua , guru atau yang lain untuk memperbaiki bacaan kita.

7. Mengulang seluruh hafalan.

Setelah kita menghafal , maka kita hendaknya mengulang seluruh bacaan sesering mungkin . Jangan setelah kita merasa hafal , maka kita berhenti dan tidak pernah mengulangnya , hal ini akan berakibat lupa dan hilang semua hafalannya.

8. Menggunakan seluruh alat Indra

Selain menggunakan mata yaitu membaca, menghafalpun perlu di lafadzkan atau diucapkan .Sealin itu juga jika kita dapat menulis hafalan kita itu lebih baik.

9. Memilih waktu yang sesuai

Waktu juga mempengaruhi bagaimana kita untuk menghafal.
Ada yang suka di pagi hari ketika setelah sholat subuh , ada pula siang hari setelah sholat dzuhur dan sore hari selepas Asyar dan ada pulayang suka pada malam hari sambil menjalankan sholat Tahajut ketika orang lain tetlelap dalam tidur.
Demikian metode menghafal al-qur’an yang sangat sederhana. Semoga bermanfaat dan kita semua bisa menjadi penghafal al-qur’an yang sejati . Apabila cara ini tidak berhasil maka cari saja guru atau sekolah / madrasah (pondok pesantren ) yang lebih tahu akan metode menghafal al-qur’an dan yang pasti kita  harus menyerahkan semua kepada Alloh, Karena Alloh lah yang akan menghendakinya .

Share:

ATURAN SEDEKAH DALAM ISLAM

ATURAN SEDEKAH DALAM ISLAM








PENGERTIAN PERILAKU BAIK (SEDEKAH)
Secara bahasa kata sedekah berasal dari bahasa Arab shodakota yang secara bahasa berarti tindakan yang benar. Pada awal pertumbuhan Islam, sedekah diartikan sebagai pemberian yang disunahkan. Tetapi, setelah kewajiban zakat disyariatkan yang dalam Al-Qur’an sering disebutkan dengan kata shadaqah maka shadaqah mempunyai dua arti. Pertama, shadaqah sunah atau tathawwu’(sedekah) dan wajib (zakat).[1] Sedekah sunah atau tathawwu’ adalah sedekah yang diberikan secara sukarela (tidak diwajibkan) kepada orang (misalnya orang yang miskin/pengemis) atau badan/lembaga (misalnya lembaga sosial) sedangkan sedekah wajib adalah zakat, kewajiban zakat dan penggunaanya telah dinyatakan dengan jelas dalam Al-Qur’an dalam surat At-Taubat ayat 60 yang artinya “Zakat merupakan ibadah yang bersifat kemasyarakatan, sebab manfaatnya selain kembali kepada dirinya sendiri (orang yang menunaikan zakat), juga besar sekali manfaatnya bagi pembangunan bangsa negara dan agama”.[2]
Sedangkan secara syara’ (terminologi), sedekah diartikan sebagai sebuah pemberian seseorang secara ikhlas kepada orang yang berhak menerima yang diiringi juga oleh pahala dari Allah. Contoh memberikan sejumlah uang, beras atau benda-benda lain yang bermanfaat kepada orang lain yang membutuhkan. Berdasarkan pengertian ini, maka yang namanya infak (pemberian atau sumbangan) termasuk dalam kategori sedekah.[3]
Defenisi ṣadaqah dalam agama Islam ialah Suatu pemberian yang diberikan oleh seorang Muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu, suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap riḍa Allah dan pahala semata. Istilah shadaqah juga dapat searti dengan kata zakat, yang berarti suatu harta wajib dikeluarkan oleh seorang Muslim pada waktu tertentu dan dalam jumlah tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat (hukum Islam). Karena itu para fuqaha’ sering menyebut istilah zakat fitrah dengan sadaqah al-fitr.[4]
            Di dalam al-Qura’n banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa memberikan sedekah. Demikian pula di dalam sunnah. Hadis yang menganjurkan sedekah tidak sedikit jumlahnya. Di dalam salah satu hadis, Rasulullah  bersabda : “Sebaik-baik orang di antara kamu adalah yang memberi makan dan menjawab salam” (HR Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali).



HARTA YANG PALING UTAMA UNTUK SEDEKAH
Harta yang paling utama untuk di sedekahkan adalah kelebihan dari usaha dan hartanya untuk kebutuhan sehari-hari. Sebaliknya, jika memberikan sedekah dari harta yang masih dikategorikan kurang untuk memenuhi kebutuhan sendiri, dipandang dosa. Dalam hadist disebutkan yang artinya “Sedekah yang paling baik adalah sesuatu yang keluar dari orang kaya dan telah mencukupi kebutuhannya”.(Muttafaq alaih)
Kaya pada hadist diatas tidak berarti kaya dalam materi, tetapi orang yang kaya hati, yakni sabar atas kefakiran. Ada hadist yang menyebutkan “Cukup bagi seseorang dikatakan dosa apabila menghilangkan makanan pokoknya”. (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i dari Abu Hurairah). Dengan kata lain sedekah disunahkan bagi seseorang atas kelebihan nafkahnya.[5]

SEDEKAH YANG TIDAK DIBOLEHKAN
Sedekah hukumnya dibolehkan selama benda yang disedekahkan itu adalah milik sendiri dan benda itu dari segi zatnya suci dan diperoleh dengan cara yang benar, meskipun jumlahnya sedikit. Maka jika barang itu statusnya milik bersama atau orang lain, maka tidak sah benda itu untuk disedekahkan karena barang yang disedekahkan harus di dasari oleh keikhlasan dan kerelaan dari pemiliknya. Berkaitan dengan ini, maka tidak boleh seorang istri menyedekahkan harta suaminya kecuali ada izin darinya. Tetapi, jika telah berlaku kebiasaan dalam rumah tangga seorang istri boleh menyedekahkan harta tertentu seperti makanan, maka hukumnya boleh tanpa minta izin kepada suaminya terlebih dahulu. Dalam hal ini, bukan hanya istri yang mendapatkan pahala tetapi suamipun mendapatkan pahala.
Demikian halnya, haram menyedekahkan benda yang secara zat dihukumi haram seperti babi, dan anjing. Atau barang itu diperoleh dengan cara yang diharamkan seperti mencuri, merampok atau korupsi karena hal itu bukan miliknya secara sah, dan Allah juga tidak menerima sedekah dari yang haram atau bersumber dari cara yang haram sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadist bahwa “Sesungguhnya Allah itu Suci tidak menerima kecuali yang suci pula” (HR. Muslim). Kemudian, Rasulullah menyebutkan seorang laki-laki yang lama berkelana dengan rambutnya yang kusut, pakaiannya yang berdebu, menadahkan tangannya ke langit seraya berkata, Ya Tuhanku, Ya Tuhanku, padahal makanannya haram, pakaiannya haram, minumannya haram, dan dibesarkan dari sesuatu yang haram, maka bagaimana doanya dapat dikabulkan? (HR. Muslim).
Hal ini yang perlu diperhatikan dalam bersedekah adalah faktor kebutuhan. Orang yang memiliki sesuatu tetapi, sesuatu itu dibutuhkan untuk menafkahi keluarganya atau untuk membayar utangnya maka sesuatu itu tidak boleh untuk disedekahkan. Sedekah hendaknya disalurkan tepat sasaran artinya orang yang menerima adalah mereka yang benar-benar berhak dan sangat membutuhkan seperti fakir miskin. Maka orang kaya tidak diperbolehkan menerima sedekah dengan cara memperlihatkan dirinya sebagai orang fakir. Demikian halnya, dengan orang yang sehat dan mampu bekerja dengan baik haram baginya meminta-minta sedekah kepada orang lain dan sedekah yang diterima itu hukumnya harta haram, demikian menurut imam al-Mawardi. Disunahkan dalam penyaluran zakat itu dikhususkan kepada mereka yang ahli kebaikan dan orang-orang yang benar membutuhkannya. Makruh hukumnya bagi orang yang telah menyedekahkan sesuatu kepada orang lain kemudian ia mengambil alih sesuatu itu menjadi miliknya baik dengan cara hibah atau mengganti dan haram menyebut-nyebut sedekahnya, hal ini akan membatalkan pahala sedekahnya. Dalam Al-Qur’an surat Al-Taubah ayat 60 secara tegas ada beberapa golongan yang berhak menerima sedekah yang artinya “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, maka Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. Al-Taubah :8/60).
Menurut mufasir yang dimaksud :
1.        Orang kafir : orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2.        Orang miskin : orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3.        Pengurus zakat : orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4.        Mualaf : orang kafir yang adea harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk islam yang imannya masih lemah.
5.        Memerdekakan budak : mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6.        Orang berutang : orang yang berutang karena untuk kepentingan yangt bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya.
7.        Pada jalan Allah (sabilillah) : yaitu untuk pertahanan islam dan kaum muslimin, diantara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah dan rumah sakit.
8.         Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Selain kedelapan diatas tersebut, sedekah juga dapat diberikan kepada istri, anak dan pelayan.[6]

SEDEKAH ORANG YANG MEMILIKI UTANG
Disunatkan bagi orang yang memiliki utang tidak memberikan sedekah. Lebih baik baginya membayar utang. Menurut ulama Syafi’iyah, haram hukumnya memberikan sedekah bagi orang yang memiliki utang atau tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari, antara lain didasarkan pada hadist“Cukup bagi seseorang dikatakan dosa apabila menghilangkan makanan pokoknya”. (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i dari Abu Hurairah). Mereka berpendapat bahwa mebayar utang adalah wajib, maka tidak boleh meninggalkan yang wajib untuk melaksanakan hal yang sunah.[7]

SEDEKAH DENGAN UANG HARAM
Menurut ulama Hanafiyah, sedekah dengan harta yang haram Qath’i, seperti daging bangkai atau hasilnya dipakai membangun mesjid dengan harapan akan mendapat pahala atau menjadi halal adalah kufur sebab meminta halal dari suatu kemaksiatan adalah kufur. Akan tetapi, tidak dipandang kufur, jika seseorang mencuri uang Rp. 100,00 kemudian mencampurkan dengan hartanya untuk disedekahkan. Namun demikian, tetap tidak dapat dimanfaatkan sebelum uang curian tersebut diganti.[8]

PERKARA YANG MEMBATALKAN SEDEKAH
Ada beberapa perkara yang dapat menghilangkan pahala sedekah diantaranya adalah:[9]
1.        Al-Mann (membangkit-bangkitkan) artinya menyebut-nyebut dihadapan orang banyak.
2.        Al-Adza (menyakiti) artinya sedekah itu dapat menyakiti perasaan orang lain yang menerimanya baik dengan ucapan atau perbuatan. Mereka ini tidak mendapat manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak pula mendapat pahala diakhirat. Poin satu dan dua didasari oleh Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 264 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)”. (Q.S.Al-Baqarah :2/264)
3.        Riya (memamerkan) artinya memperlihatkan sedekah kepada orang lain karena ingin dipuji. Bersedekah jika ada orang tetapi jika dalam keadaan sepi ia tidak mau bersedekah, ini dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 262 yang artinya “Orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, keudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak ada (pula) mereka bersedih hati”. (Q.S.Al-Baqarah :2/262)[10]

BENTUK-BENTUK SEDEKAH
Dalam Islam sedekah memiliki arti luas bukan hanya berbentuk materi tetapi mencakup semua kebaikan baik bersifat fisik maupun non fisik. Berdasarkan hadist, para ulama membagi sedekah menjadi :
1.        Memberikan sesuatu dalam bentuk materi kepada orang lain.
2.        Berbuat baik dan menahan diri dari kejahatan.
3.        Berlaku adil dalam mendamaikan orang yang sedang bersengketa.
4.        Membantu orang lain yang akan menaiki kendaraan yang akan ditumpanginya.
5.        Membantu mengangkat barang orang lain kedalam kendaraannya.
6.        Menyingkirkan benda-benda yang mengganggu dari tengah jalan seperti duri, batu kayu dll.
7.        Melangkahkan kaki ke jalan Allah.
8.        Mengucapkan zikir seperti tasbih, takbir, tahmid, tahlil dan istighfar.
9.        Menyuruh orang lain berbuat baik dan mencegahnya dari kemungkaran.
10.    Membimbing orang buta, tuli dan bisu serta menunjuki orang yang meminta petunjuk tentang sesuatu seperti alamat rumah.
11.    Memberikan senyuman kepada orang lain.
Dari uraian diatas tentang sedekah maka ada beberapa perbedaan antara sedekah dengan zakat dilihat dari tiga aspek :
Orang yang melakukan, sedekah dianjurkan kepada semua orang beriman baik yang memiliki harta atau tidak karena bersedekah tidak mesti harus orang yang berharta sedangkan zakat diwajibkan kepada mereka yang memiliki harta.
Benda yang disedekahkan, benda yang disedekahkan bukan hanya terbatas pada harta secara fisik tetapi mencakup semua macam kebaikan. Adapun zakat, benda yang dikeluarkan terbatas hanya harta kekayaan secara fisik seperti uang, hasil pertanian, peternakan, perdagangan, dan hasil profesi lainnya.
Orang yang menerima, sedekah untuk semua orang tetapi zakat dikhususkan kepada delapan golongan sebagaimana telah disebutkan.[11]

HIKMAH SEDEKAH
Sedekah memiliki nilai sosial yang tinggi. Orang yang bersedekah dengan ikhlas ia bukan hanya mendapatkan pahala tetapi juga memiliki hubungan sosial yang baik. Hikmah yang dapat dipetik ialah sebagai berikut :
1.        Orang yang bersedekah lebih mulia dibanding orang yang menerimanya sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadist “Tangan diatas lebih baik dari tangan yang dibawah”.
2.        Mempererat hubungan sesama manusia terutama kepada kaum fakir miskin, menghilangkan sifat bakhil dan egois, dan dapat membersihkan harta serta dapat meredam murka Tuhan.
3.        Orang yang bersedekah senantiasa didoakan oleh kedua malaikat. Sebagaimana hadist yang artinya “Tidaklah seorang laki-laki berada dipagi hari kecuali dua malaikat berdoa, Ya Allah berilah ganti orang yang menafkahkan (menyedekahkan) hartanya dan berikanlah kehancuran orang yang menahan hartanya”. (HR. Bukhari-Muslim).[12]

PENUTUP (KESIMPULAN)
Ulama menetapkan bahwa hukum sedekah ialah sunah. Pada dasarnya sedekah dapat diberikan kepada dan dimana saja tanpa terikat oleh waktu dan tempat. Namun ada waktu dan tempat tertentu yang lebih diutamakan yaitu lebih dianjurkan pada bulan Ramadhan. Harta yang paling utama untuk di sedekahkan adalah kelebihan dari usaha dan hartanya untuk kebutuhan sehari-hari. Salah satu hadist yang menjelaskan tentang sedekah yaitu “Apabila anak Adam wafat putuslah amalnya kecuali tiga hal yaitu sodaqoh jariyah, pengajaran dan penyebaran ilmu yang dimanfaatkannya untuk orang lain, dan anak (baik laki-laki maupun perempuan) yang mendoakannya”. (HR. Muslim).
Jika barang itu statusnya milik bersama atau orang lain, maka tidak sah benda itu untuk disedekahkan karena barang yang disedekahkan harus di dasari oleh keikhlasan dan kerelaan dari pemiliknya. Disunatkan bagi orang yang memiliki utang tidak memberikan sedekah. Lebih baik baginya membayar utang. Menurut ulama Hanafiyah, sedekah dengan harta yang haram Qath’i, seperti daging bangkai atau hasilnya dipakai membangun mesjid dengan harapan akan mendapat pahala atau menjadi halal adalah kufur sebab meminta halal dari suatu kemaksiatan adalah kufur. Dalam Islam sedekah memiliki arti luas bukan hanya berbentuk materi tetapi mencakup semua kebaikan baik bersifat fisik maupun non fisik. Sedekah memiliki nilai sosial yang tinggi. Orang yang bersedekah dengan ikhlas ia bukan hanya mendapatkan pahala tetapi juga memiliki hubungan sosial yang baik.

DAFTAR RUJUKAN
Ghazali, Abdul Rahman. Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010.

Zuhdi, Musjfuk. Studi Islam Jilid III : Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1993.

Jawaz, Yazid bin Abdul Qadir. Sedekah Sebagai Bukti Keimanan dan Penghapus Dosa. tt. Pustaka at-Taqwa. 2009.

Syafe’i, Rahmat. Fiqih Muamalah Untuk IAIN, STAIN, PTAIS,dan Umum. Bandung:CV Pustaka Setia. 2004.





[1]Abdul Rahman Ghazali, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010) hlm. 149.
[2]Musjfuk Zuhdi, Studi Islam Jilid III : Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 82-83.
[3]Ibid, hlm 149.
[4]Yazid bin Abdul Qadir Jawaz, Sedekah Sebagai Bukti Keimanan dan Penghapus Dosa (tt. Pustaka at-Taqwa, 2009), hlm, 36.
[5]Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah Untuk IAIN, STAIN, PTAIS,dan Umum, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2004), hlm. 253-254.
[6]Abdul Rahman Ghazali, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat.... hlm 151-154.
[7]Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah... hlm, 255-256.
[8]Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah... hlm, 256.
[9]Abdul Rahman Ghazali, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat.... hlm 154-155.
[10]Abdul Rahman Ghazali, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat.... hlm 154-155.
[11]Abdul Rahman Ghazali, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat.... hlm 155-156.
[12]Ibid, hlm, 157.
Share:

Facebook Like

Search Bar

ROHIS FOR ID

Advertisement