Cara Nabi Berdakwah Islam
Ada baiknya kita mempelajari cara Nabi dalam
berdakwah. Sebab banyak “dakwah” bukannya menyeru manusia ke dalam Islam,
justru akhirnya mengkafirkan sesama Muslim. Menjauhkan orang yang sudah
bersyahadah dan sholat dari Islam. Padahal dakwah Nabi adalah membuat
orang-orang kafir dan jahil menjadi Islam.
Pertama dakwah Nabi adalah Tauhid. Menyeru
manusia agar menyembah Allah. Membuat manusia bersaksi: “Tidak ada Tuhan selain
Allah”.
Nabi Muhammad pertama-tama mendakwahi keluarga
terdekatnya. Ini pun secara sembunyi-sembunyi, agar tidak terjadi benturan
dengan orang-orang yang masih kafir.
Pada awal periode Mekkah Rasulullah berdakwah
secara sembunyi-sembunyi, mendatangi orang-orang dekat Beliau antara lain istri
Beliau Khadijah, keponakannya Ali, budak Beliau Zaid, untuk diajak masuk Islam.
Ketika turun surat al Muddatstsir : 1-2, Rasululah mulai melakukan dakwah di
tengah masyarakat, setiap bertemu orang Beliau selalu mengajaknya untuk
mengenal dan masuk Islam (masih dalam keadaan sembunyi-sembunyi). Ketika Abu
Bakar menyatakan masuk Islam, dan menampakkannya kepada orang-orang yang dia
percayai, maka muncullah nama-nama seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam,
Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah yang
juga masuk Islam. Dan seterusnya diikuti oleh yang lain seperti Abu ‘Ubaidah,
Abu Salamah, Arqom bin Abi al Arqom, dll. Beliau menjadikan rumah Arqom bin Abi
al Arqom sebagai pusat pengajaran dan sekaligus pusat kutlah (kelompok) yang
dalam bahasa kita tepatnya disebut sekretariat. Di tempat ini Rasulullah
mengajarkan hukum-hukum Islam, membentuk kepribadian Islam serta membangkitkan
aktivitas berpikir para sahabatnya tersebut. Beliau menjalankan aktivitas ini
lebih kurang selama 3 tahun dan menghasilkan 40 orang lebih yang masuk Islam.
Setelah 3 tahun, turun surat al Hijr : 94, yang
memerintahkan Rasulullah untuk berdakwah secara terang-terangan dan terbuka.
Di tahap ini kaum kafir mulai memerangi dan menganiayah Rasulullah dan
para sahabatnya. Ini adalah periode yang paling berat dan menakutkan di antara
seluruh tahapan dakwah. Bahkan sebagian sahabat yang dipimpin oleh Ja’far bi
Abi Thalib diperintahkan oleh rasul untuk melakukan hijrah ke Habsyi. Sementara
Rasulullah dan sahabat yang lain terus melakukan dakwah dan mendatangi para
ketua kabilah atau ketua suku baik itu suku yang ada di Mekkah maupun yang ada
di luar Mekkah. Terutama ketika musim haji, dimana banyak suku dan ketua
sukunya datang ke Mekkah untuk melakukan ibadah haji. Rasulullah mendatangi dan
mengajak mereka masuk Islam atau minimal memberikan dukungan terhadap
perjuangan Nabi.
Saat kondisi amat membahayakan, para sahabat dan
Nabi pun hijrah ke Madinah. Ini agar tidak terjadi pertumpahan darah yang tidak
perlu. Bisa saja Nabi melawan/berontak karena beberapa sahabat seperti Abu
Bakar, Abdurrahman bin ‘Auf, Umar, dsb adalah bangsawan yang terpandang dan
juga cukup disegani. Tapi itu akan menimbulkan korban jiwa baik di kalangan
Islam mau pun orang-orang kafir yang jadi target dakwah Nabi. Pada akhirnya,
orang-orang kafir ini akan masuk Islam dengan cara yang damai lewat Futuh
Mekkah. Jadi Islam amat menghargai nyawa manusia.
Saat orang2 kafir Musyrik di Thaif menolak
dakwah Nabi bahkan menimpuki Nabi, Malaikat menawarkan Nabi untuk melaknat dan
membunuh mereka dengan menjatuhkan gunung ke kaum tsb, Nabi menolaknya. Siapa
tahu keturunan mereka akan jadi Muslim yang baik.
Nabi melakukan dakwah dengan cara yang baik dan
bijak.
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
”Dan tiadalah Kami
mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
(QS Al-Anbiyaa : 107)
Rasulullah SAW adalah sebaik-baiknya teladan
bagi umat manusia. Dalam berdakwah, Rasul SAW senantiasa mengajak umatnya
dengan cara yang lembut, sopan, bijaksana, kasih sayang, dan penuh keteladan.
Sebab, sejatinya dakwah adalah menyeru dan
mengajak umat manusia untuk menjadi lebih baik. Bukan menakut-nakuti mereka
dengan berbagai ancaman. Dalam Alquran, Allah SWT memberikan tuntunan berdakwah
dengan tiga cara, yakni bil hikmah, mau’izhotil hasanah wa jaadilhum billati
hiya ahsan.
ادْعُ
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik…” (QS An-Nahl: 125).
Bahkan terhadap Fir’aun yang super Kafir karena
mengaku Tuhan dan paling zalim sekalipun Allah memerintahkan Nabi Musa untuk
berdakwah kepada Fir’aun dengan baik. Padahal Fir’aun ini zalimnya luar biasa
karena sudah membunuh banyak bayi lelaki dan ingin membunuh Nabi Musa dan
pengikutnya. Allah tidak memerintahkan Nabi Musa membunuh Fir’aun atau pun
Bughot karena kekafiran dan kezaliman Fir’aun. Jadi aneh jika zaman sekarang
ada yang membantai puluhan ribu manusia dengan alasan si Fulan yang sebenarnya
masih sholat sebagai Kafir dan Zalim. Itu bertentangan dengan AL Qur’an:
Apa firman Allah kepada Musa?
“Pergilah kamu berdua
kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu
berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat
atau takut.” [Thaahaa 43-44]
Lihat cara Nabi berdakwah di bawah. Jika kita
ditanya, mungkin kita jawab singkat: “Tidak boleh. Zina itu haram!” Tapi bisa
jadi kurang efektif dan tidak membekas.
Seorang pemuda pernah bertemu dan bertanya pada
Rasul SAW. ”Ya Rasulullah, izinkan saya berzina.” Rasul memandangi pemuda
tersebut dengan penuh kasih sayang dan mengajaknya berdialog. ”Sukakah kamu
bila itu terjadi pada ibumu?” tanya Rasul. ”Tidak, demi Allah,” jawab anak muda
itu.
”Sukakah kamu bila itu terjadi pada saudara
perempuanmu?” tanya Rasul. ”Tidak, demi Allah.” ”Sukakah kamu bila itu terjadi
pada anak perempuanmu?.” ”Tidak, demi Allah.” Sukakah kamu bila itu terjadi
pada istrimu?” Anak muda itu menjawab, ”Tidak, Demi Allah.”
Rasulullah lalu berkata, ”Demikianlah halnya
dengan semua perempuan, mereka itu berkedudukan sebagai ibu, saudara perempuan,
istri, atau anak perempuan.” Kemudian beliau meletakkan telapak tangannya di
dada pemuda itu, lalu mendoakannya.
Kalau ada kelompok Islam yang melakukan buruk
sangka/su’u zhon, melakukan ghibah dan fitnah, tidak tabayyun/memeriksa berita
dari orang fasik, melakukan adu domba/namimah, maka itu bukanlah dakwah yang
benar karena bertentangan dengan surat Al Hujuraat dan hadits Nabi di bawah:
“Rasulullah s.a.w.
bersabda: “Tidak dapat masuk surga seorang yang gemar mengadu domba.” (Muttafaq
‘alaih)
Islam itu akan tergambar kepada kemuliaan
akhlak:
“Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” [Al Ahzab 21]
“Maka disebabkan rahmat
dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu…” [Ali ‘Imran 159]
Saat para sahabat disiksa di Mekkah dan Nabi
juga dihina seperti dilempari tahi unta bahkan hendak dibunuh, Nabi tidak
meminta para sahabat memerangi mereka. Karena Nabi menghindari pertumpahan
darah. Nabi memilih hijrah ke Madinah dan menghindari peperangan.
Saat diserang kaum kafir Quraisy di Madinah pun
Nabi memilih bertahan membela diri pada perang Badar, perang Uhud, dan Perang
Khandaq. Saat musuh kalah dan mundur, beliau tidak mengejar dan menghabisi
mereka. Tapi membiarkan mereka lari menyelamatkan diri.
Setelah itu, baru Nabi menaklukkan kota Mekkah
dengan Futuh Mekkah. Itu pun tidak dengan peperangan. Dan nyaris tidak ada
korban jiwa. Ini karena Nabi bukanlah orang yang kejam dan haus darah.
Abu Sofyan dedengkot orang kafir yang jadi musuh
bebuyutannya beliau hormati dan dijadikan sahabat. Hindun yang membunuh paman
Nabi, Sayyidina Hamzah, dengan keji hingga tidak berbentuk lagi serta memakan
jantungnya beliau maafkan. Padahal bisa saja beliau jadikan dia sebagai
penjahat perang yang dihukum mati karena telah bertindak kejam melampaui batas.
Nabi juga memaafkan Wahsyi yang membunuh paman beliau. Sehingga Wahsyi bisa
jadi Muslim yang baik dan kelak tombaknya membunuh satu Musuh Islam yang
mengaku sebagai Nabi, yaitu Musailamah Al Kazzab.
“Dan tidaklah sama
kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik,
maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah
telah menjadi teman yang sangat setia.
Sifat-sifat yang baik
itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang
besar.” [Fushshilat 34-35]
“Tidak ada kebaikan pada
kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang
menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena
mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.”
[An Nisaa’ 114]
Dalam berdakwah, Nabi mengelola zakat sehingga
uang bisa beredar dari yang kaya ke orang-orang yang memerlukan seperti fakir
miskin dan orang-orang yang berjuang di jalan Allah.
Nabi juga hati-hati dalam menerima berita meski
itu dari utusan kepercayaannya sebagaimana diceritakan Allah dalam surat Al
Hujuraat ayat 6. Saat ada berita bahwa satu kaum tidak ingin membayar zakat,
malah hendak membunuh utusannya, Nabi tidak langsung percaya dan menyerang kaum
tersebut. Tetapi mengirim utusan yang lain untuk memeriksa kebenaran tersebut.
Dan ternyata memang berita itu bohong.
Nabi tidak suka berburuk sangka (su’u zhon) dan
juga tidak mudah mengkafirkan seorang Muslim. Nabi meng-Islamkan orang kafir.
Ini beda dengan sebagian “pendakwah” yang justru menjauhkan orang dari Islam
dengan mengkafirkan orang Islam (Paham Takfiri).
“Barangsiapa yang
berkata kepada saudaranya “hai kafir”, maka ucapan itu akan mengenai salah
seorang dari keduanya.” [HR Bukhari]
Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw, membunuh
orang yang sedang mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah, ” Nabi menyalahkannya
dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia mengucapkan Laa ilaaha
illallaah.” Usamah lalu berkata, “Dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah karena
takut mati.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Apakah kamu mengetahui isi
hatinya?” [HR Bukhari dan Muslim]
Nabi lemah-lembut dalam berdakwah:
Dari Aisyah ra, katanya:
“Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya Allah itu Maha Lemah Lembut dan
mencintai sikap yang lemah lembut dalam segala perkara.” (Muttafaq ‘alaih)
Saat seorang Arab kampung kencing di masjid,
banyak sahabat yang ingin memukulnya karena “kurang ajar”:
Dari Abu Hurairah r.a.,
katanya: “Ada seorang A’rab -orang Arab dari daerah pedalaman- kencing dalam
masjid, lalu berdirilah orang banyak padanya dengan maksud hendak memberikan
tindakan padanya. Kemudian Nabi s.a.w. bersabda: “Biarkanlah orang itu dan di
atas kencingnya itu siramkan saja setimba penuh air atau segayung yang berisi
air. Karena sesungguhnya engkau semua itu dibangkitkan untuk memberikan
kemudahan dan bukannya engkau semua itu dibangkitkan untuk memberikan
kesukaran.” (Riwayat Bukhari)
Namun Nabi melarang mereka dan menyiramnya
dengan air. Jika orang itu dipukul, niscaya dia akan benci terhadap Islam dan
mati sebagai orang kafir. Namun kelembutan Nabi membuat orang itu tetap di
dalam Islam.
Dari Jarir bin Abdullah
r.a., katanya: “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa yang
tidak dikaruniai sifat lemah lembut, maka ia tidak dikaruniai segala macam
kebaikan.” (Riwayat Muslim)
Jika orang berdakwah dengan akhlaq yang kasar,
selain tidak sesuai sunnah Nabi juga justru menjauhkan manusia dari Islam:
“Maka disebabkan rahmat
dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu…” [Ali ‘Imran 159]
Meski demikian, terhadap orang-orang kafir yang
memerangi Islam Nabi amat tegas sehingga orang-orang kafir yang merupakan Super
Power dunia saat itu seperti Kerajaan Romawi dan Persia gentar menghadapi Nabi.
Saat Kerajaan Romawi memprovokasi ummat Islam, Nabi segera berangkat ke Tabuk
bersama 30 ribu pasukan Muslim. Meski 1 bulan menunggu, tentara Romawi tidak
berani menyerang sehingga Nabi kembali ke Madinah.
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang
yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka.Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” [Al Fath 29]
Nabi juga tidak mudah menuduh bid’ah/sesat
kepada ummatnya yang melakukan zikir/doa yang tidak pernah beliau ajarkan
selama tidak bertentangan dengan syar’ie:
Hadis pertama: Seseorang
tiba di mesjid kemudian ia masuk kedalam shaf shalat. Ia tergopoh-gopoh karena
mengejar shalat. Kemudian ia berkata:”Alhamdulillah hamdan kathiron thayyiban
mubaarokan fiihi.”Ketika sholat selesai Rasulullah bertanya:”siapa yang
mengucapkan kata-kata tadi?” Sahabat tidak ada yang menjawab. Kemudian
Rasulullah saw mengulangi pertanyaanya: ”Siapa yang mengucapkan kata-kata tadi,
Ia tidak mengucapkan sesuatu yang jelek. ” Seseorang menjawab: ”Saya tiba di
masjid dan khawatir tertinggal shalat, maka saya mengucapkannya. ” Rasulullah
berkata: ”Saya melihat dua belas malaikat berlomba siapa di antara mereka yang
mengangkatnya.” (HR Muslim No. 600)
Hadis Kedua: Ibnu Umar
berkata: ketika kami sedang shalat bersama Rasulullah saw tiba-tiba ada
seseorang yang mengucapkan: ” Allahu-akbar kabiroo, walhamdu-lillahi katsiroo,
wa subhanallahi bukrotaw-waashilaa.” Kemudian Rasulullah saw bertanya: ”kalimat
zikir tadi, Siapa yang mengucapkannya ?” salah seorang menjawab; “Saya wahai
Rasulullah.” Rasulullah berkata: ”Aku mengaguminya, dibukakan pintu langit bagi
kalimat tersebut!”(HR Muslim no.601)
Hadis Ketiga: Seseorang
dari kaum Anshar menjadi imam di masjid Quba. Ia selalu membaca surat al Ikhlas
sebelum membaca surat lain setelah al-Fatihah. Ia melakukannya setiap rakaat.
Jamaah masjid menegurnya: ”Kenapa anda selalu memulainya denga al-Ikhlas,
bukankah surat al-Ikhlas cukup dan tidak perlu membaca surat lain, atau engkau
memilih cukup membaca al-Ikhlas atau tidak perlu membacanya dan cukup surat
lain. Ia menjawab: Saya tidak akan meninggalkan surat al-Ikhlas, kalau kalian
setuju saya mengimami dengan membaca al-Ikhlas maka saya akan mengimami kalian,
tapi kalau kalian tidak setuju maka saya tidak akan jadi imam. Mereka tahu
bahwa orang ini yang paling baik dan tidak ingin kalau yang lain mengimami
shalat. Ketika Rasulullah datang mengunjungi, mereka menyampaikan hal ini
kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw bertanya pada orang tersebut; ”Apa yang
membuatmu menolak saran teman-temanmu? Dan Apa yang membuatmu selalu membaca
surat al-Ikhlas setiap rakaat?” Ia menjawab: ”Saya mencintainya (al-Ikhlas).
Rasulullah berkata: ”Kecintaanmu terhada surat al-ikhlas memasukanmu kedalam
syurga!” (HR Bukhori no.741)
Meski Nabi tidak pernah mengajarkan itu, dan
sahabat ada yang melakukannya, Nabi tidak memaki mereka sebagai bid’ah sesat
dan masuk neraka. Sebaliknya memujinya bahwa mereka dapat pahala sehingga masuk
surga.
Mungkin ada yang berdalih: “Itukan sahabat yang
sudah dapat persetujuan dari Nabi. Sedang kita tidak”. Harusnya mereka paham
bahwa saat Nabi mengatakan bahwa “Setiap yang bid’ah itu sesat dan yang sesat
itu masuk neraka”, Nabi mengatakan itu kepada para SAHABAT. Bukan kita. Kalau
bukan kepada sahabat kalimat itu diucapkan, kepada siapa lagi? Bukankah Nabi
diutus kepada kaumnya? Jadi saat ada Sahabat yang melakukan bid’ah, ternyata
tidak semua bid’ah itu sesat. Ada juga yang memang jika baik, dibolehkan oleh
Nabi.
Ada hal-hal yang memang bid’ah misalnya sholat
wajib 5 waktu itu sudah jelas. Jika ada yang menambah sholat wajib ke 6 atau
ada puasa wajib di bulan selain Ramadhan, maka itu adalah bid’ah. Tapi jika
bukan tentang hal yang qoth’i, kita tidak bisa sembarang memvonis bid’ah
dholalah. Harus ada fatwa dari Jumhur Ulama. Bukan vonis segelintir ulama
ekstrim yang picik dan dangkal ilmunya.
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/11/30/cara-nabi-berdakwah-islam/