• Rohis adalah Wadah

    Rohis merupkan perahu yang menyelamatkan genarasi Indonesia dari yang terombang ambing menjadi terarah.

  • Rohis Itu Asyik

    Rohis bukan tempat orang-orang yang baik dan soleh, tapi Rohis adalah tempat orang yg mau berubah jadi lebih baik.

  • Generasi Berkarakter

    Rohis siapkan generasi yang berkarakter Rabani dan Qur'an.

MUSLIM HARUS HINDARI PERAYAAN TAHUN BARU MASEHI



Assalamualaikum Sahabat muslim 
Apa kabar sahabat muslim hari ini
Semoga Selalu dalam lindungan Allah SWT ya Aamiin....

Tidak terasa ya tahun baru masehi tinggal hitungan jam
nah tentunya sahabat muslim ni mungkin sudah banyak ya mempersiapkan perayaan pada malam tersebut,namun
usut punya usut ini ternyata perayaan malam tahun baru itu banyak sisi negatifnya loh bahkan ada yang mengatakan hal tersebut haram,loh kok bisa!
Simak selengkapnya ya di bawah ini 


Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.[1]
Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam. Perayaan tahun baru ini terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir.
Berikut adalah beberapa kerusakan akibat seorang muslim merayakan tahun baru.
1.Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan) yang Haram
Perlu diketahui bahwa perayaan (’ied) kaum muslimin ada dua yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan,
كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha.’”[2]
Namun setelah itu muncul berbagai perayaan (’ied) di tengah kaum muslimin. Ada perayaan yang dimaksudkan untuk ibadah atau sekedar meniru-niru orang kafir. Di antara perayaan yang kami maksudkan di sini adalah perayaan tahun baru Masehi. Perayaan semacam ini berarti di luar perayaan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudkan sebagai perayaan yang lebih baik yang Allah ganti. Karena perayaan kaum muslimin hanyalah dua yang dikatakan baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.
Perhatikan penjelasan Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, komisi fatwa di Saudi Arabia berikut ini:
Al Lajnah Ad Da-imah mengatakan, “Yang disebut ‘ied atau hari perayaan secara istilah adalah semua bentuk perkumpulan yang berulang secara periodik boleh jadi tahunan, bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi dalam ied terkumpul beberapa hal:
1.     Hari yang berulang semisal idul fitri dan hari Jumat.
2.     Berkumpulnya banyak orang pada hari tersebut.
3.     Berbagai aktivitas yang dilakukan pada hari itu baik berupa ritual ibadah ataupun non ibadah.
Hukum ied (perayaan) terbagi menjadi dua:
1.     Ied yang tujuannya adalah beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan hari tersebut dalam rangka mendapat pahala, atau
2.     Ied yang mengandung unsur menyerupai orang-orang jahiliah atau golongan-golongan orang kafir yang lain maka hukumnya adalah bid’ah yang terlarang karena tercakup dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ


Barang siapa yang mengada-adakan amal dalam agama kami ini padahal bukanlah bagian dari agama maka amal tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Misalnya adalah peringatan maulid nabi, hari ibu dan hari kemerdekaan. Peringatan maulid nabi itu terlarang karena hal itu termasuk mengada-adakan ritual yang tidak pernah Allah izinkan di samping menyerupai orang-orang Nasrani dan golongan orang kafir yang lain. Sedangkan hari ibu dan hari kemerdekaan terlarang karena menyerupai orang kafir.”[3] -Demikian penjelasan Lajnah-
Begitu pula perayaan tahun baru termasuk perayaan yang terlarang karena menyerupai perayaan orang kafir.
2. Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ »
Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“[4]
Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ . قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” [5]
An Nawawi –rahimahullah– ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”[6]
Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan memang benar-benar terjadi saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.
Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh).
Beliau bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” [7]
Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).[8]
3.Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru
Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang jahil ada yang mensyari’atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian tahun. “Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama’ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada menunggu pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti melakukan suatu amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari’atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.
Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak bermanfaat, mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.”
Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud,
وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ.
Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”
Ibnu Mas’ud lantas berkata,
وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.” [9]
Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.
4.Terjerumus dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun Baru
Kita telah ketahui bersama bahwa tahun baru adalah syiar orang kafir dan bukanlah syiar kaum muslimin. Jadi, tidak pantas seorang muslim memberi selamat dalam syiar orang kafir seperti ini. Bahkan hal ini tidak dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’).
Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”[10]
 5.Meninggalkan Perkara Wajib yaitu Shalat Lima Waktu
Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik.
Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar.
Ibnul Qoyyim –rahimahullah– mengatakan, “Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja termasuk dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[11]
Adz Dzahabi –rahimahullah– juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).”[12]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[13] Oleh karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.
Dengan merayakan tahun baru, seseorang dapat pula terluput dari amalan yang utama yaitu shalat malam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[14] Shalat malam adalah sebaik-baik shalat dan shalat yang biasa digemari oleh orang-orang sholih. Seseorang pun bisa mendapatkan keutamaan karena bertemu dengan waktu yang mustajab untuk berdo’a yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Sungguh sia-sia jika seseorang mendapati malam tersebut namun ia menyia-nyiakannya. Melalaikan shalat malam disebabkan mengikuti budaya orang barat, sungguh adalah kerugian yang sangat besar.
6.Begadang Tanpa Ada Hajat
Begadang tanpa ada kepentingan yang syar’i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”[15]
Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!”[16] Apalagi dengan begadang, ini sampai melalaikan dari sesuatu yang lebih wajib (yaitu shalat Shubuh)?!
7.Terjerumus dalam Zina
Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan jenis. Inilah yang terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi. Padahal dengan melakukan seperti pandangan, tangan dan bahkan kemaluan telah berzina. Ini berarti melakukan suatu yang haram.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[17]
8.Mengganggu Kaum Muslimin
Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”[18]
Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.”[19] Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!
9.Meniru Perbuatan Setan dengan Melakukan Pemborosan
Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Masya Allah sangat banyak sekali jumlah uang yang dibuang sia-sia. Itulah harta yang dihamburkan sia-sia dalam waktu semalam untuk membeli petasan, kembang api, mercon, atau untuk menyelenggarakan pentas musik, dsb. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (Qs. Al Isro’: 26-27)
Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauh sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” Dikatakan demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.” Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).” Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.”[20]
10.Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga
Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” [21]
Ingatlah bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan kematian yaitu sama-sama memiliki sesuatu yang hilang. Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih jelek dari kematian.
Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”[22]
Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman,
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَاءكُمُ النَّذِيرُ
“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (Qs. Fathir: 37). Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”[23]
Inilah di antara beberapa kerusakan dalam perayaan tahun baru. Sebenarnya masih banyak kerusakan lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu dalam tulisan ini karena saking banyaknya. Seorang muslim tentu akan berpikir seribu kali sebelum melangkah karena sia-sianya merayakan tahun baru. Jika ingin menjadi baik di tahun mendatang bukanlah dengan merayakannya. Seseorang menjadi baik tentulah dengan banyak bersyukur atas nikmat waktu yang Allah berikan. Bersyukur yang sebenarnya adalah dengan melakukan ketaatan kepada Allah, bukan dengan berbuat maksiat dan bukan dengan membuang-buang waktu dengan sia-sia. Lalu yang harus kita pikirkan lagi adalah apakah hari ini kita lebih baik dari hari kemarin? Pikirkanlah apakah hari ini iman kita sudah semakin meningkat ataukah semakin anjlok! Itulah yang harus direnungkan seorang muslim setiap kali bergulirnya waktu.
Ya Allah, perbaikilah keadaan umat Islam saat ini. Perbaikilah keadaan saudara-saudara kami yang jauh dari aqidah Islam. Berilah petunjuk pada mereka agar mengenal agama Islam ini dengan benar.
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Qs. Hud: 88)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
SEKIAN TRIMAKSIH SEMOGA BERMANFAAT



Share:

ATURAN DALAM BERBICARA MENURUT ISLAM




Bismillah…
Assalamualaikum
Apa kabar Sahabat Muslim?
Semoga sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT ya..
Amiin….
Untuk pembahasan kali ini Rohis Haqqul yaqiin akan membahas tentang berbicara.

Sahabat muslim pasti tau kan apa itu berbicara, ya mengenai hal yang namanya bicara tentu tidak lepas dari kegiatan sehari-hari kita, dan berbicara itu tentunya sangat mudah sekali. Sejak kecil kita sudah diajari untuk berbicara. Bermodal lidah yang kecil ini, segala sesuatu bisa di katakan. Meski mudah untuk berbicara namun kita harus tetap berhati-hati dalam berbicara, semua ada aturannya.
Dan jika kita ketahui di Indonesia tidak sedikitnya kasus-kasus yang berujung ke rana hukum, ya itu semua karena hal yang mungkin tampak sepele “Berbicara” Nah, lalu bagaimana sih aturan-aturan yang mesti kita ketahui dalam berbicara?
Yuk! simak di bawah ini

1.    Berpikir dahulu sebelum berbicara.
Bicaralah selalu di dalam hal kebaikan. ALLAH berfirman yang artinya,
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhoan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.

2.    Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna.
Rasulullah bersabda, “termasuk baiknya islam seseorang adalah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya”. (Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah). Maka berbicaralah hanya secukupnya

3.    Janganlah kamu membicarakan semua apa yang kamu dengar.
Rasulullah bersabda, “cukuplah seseorang itu mendapatkan dosa apabila ia membicarakan semua yang telah ia dengar.” (Riwayat Muslim).

4.    Hindari perdebatan dan saling membantah sekalipun berada dipihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda.
Rasulullah bersabda, “aku menjadi penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari perdebatan sekalipun ia benar dan penjamin istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda.”(Riwayat Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-albani)

5.    Hindari perkataan jorok (keji)
Rasulullah bersabda, “bukanlah seorang mukmin (jika ia) pencela,pengutuk atau yang keji pembicaraannya.”  (Riwayat Al-Bukhari dan dishahihkan oleh Al-albani)

6.    Hindari sikap memaksakan diri dan banyak omong dalam berbicara
Rasulullah bersabda, “sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun. `para sahabat bertanya,`wahai rasulullah, apa arti mutafaihiqun?` Nabi menjawab, “orang-orang yang sombong”. (Riwayat At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).

7.    Hindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang rendah orang yang berbicara.
Allah berfirman yang artinya,
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al-Hujurat: 11)

8.    Hindari ghibah (menggunjing) dan mengadu domba.
Allah berfirman,
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (Al-Hujurat: 12)

9.    Jangan terlalu keras bersuara
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (Lukman:19)





Seorang yang bukan muslim tidak mempunyai aturan apapun dalam berbicara. Maka ia tampak banyak berbicara, tapi kosong dalam segala hal yang diketahui dan yang tidak diketahuinya. Ia akan mengatakan segala sesuatu dengan bukti atau tidak dengan bukti. Berguna atau tidak berguna, baik atau buruk. Selain itu, seorang kafir kalau berbicata tidak memperdulikan apakah pembicaraan itu berisi dukungan kepada ahli batil dalam kebatilan atau membantah ahli haq dalam kebenarannya. Dalam berdebat ia sama sekali tidak memperhintungkan norma-norma berbicara. Ia lakukan dengan ilmu ataupun tidak, dan tujuannya berdebat bukan untuk melahirkan kebenaran. Demikian pula halnya dalam berdiskusi. Ia hanya mencari kemenangan semata. Seterusnya, kalau ia berbicara ada unsur menghina dan merendahkan orang lain. Kadang-kadang ungkapannya begitu kasar, jauh dari kebenaran, fasih, banyak serampangan dan dibuat-buat. Dia tidak memperdulikan yang keluar dari lisannya; apakah keji, kecaman, kutukan atau perkataan jahat. Kebiasaan lain dalam pembicaraan orang kafir ialah suka melucu dan bergurau tanpa kebenaran. Maka ia sering melucu dengan dusta. Bahkan ia sering berdusta dalam segala hal dan setiap waktu. Kalau dia ingin, dia dapat saja melakukan pembicaraan yang menghina orang, merendahkan, memperolok-olok atau membuka rahasia dan menyebarkannya. Kalau berjanji, ia tidak mesti menepatinya dan kalau bersumpah, ia tidak memperdulikan apakah sumpahnya dalam kebaikan, pelanggaran atau kedustaan. Ia biasa menyalahi janjinya, melancarkan adu domba meskipun orang yang diadu domba itu orang-orang dekatnya dan menyebarkan gosip di tengah-tengah manusia dengan tujuan membuat keonaran. Seorang kafir biasanya keterlaluan dalam memuji dan mencela. Dia tidak memperdulikan pembicaraannya itu benar atau salah, mengakibatkan kebaikan atau keburukan dan menghasilkan kemanfaatan atau malah membahayakan. Intinya bagi orang kafir tidak ada norma yang mengikatkannya dalam berbicara. Memang, seorang kafir tidak melakukan semua itu. Tapi baginya tidak ada halangan untuk melakukannya. Akan halnya seorang muslim sungguh sangat bertolak belakang dengan semua itu. Prinsip pertama seorang muslim dalam berbicara ialah dia tidak akan berbicara kecuali dengan baik. Allah berfirman, “ Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh manusia memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia ( QS. 4 ; 114). Rasulullah saw, bersabda: “ Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah dengan baik atau (kalau tidak dapat berkata dengan baik) diam.” (Hr. Bukhari- Muslim). Seorang muslim tidak akan berbicara yang tidak ada artinya. Rasulullah saw. Bersabda: “ Diantara kebaikan Islamnya seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak berguna.” (Hr. Tirimidzi& Ibnu Majah) Sebelum berbicara, ia terlebih dahulu menginstropeksi diri. Karena itu ia tidak akan mengeluarkan kata-kata tanpa norma, karena ia takut ancaman Rasulullah saw., “seorang laki-laki yang berkata-kata dengan kata-kata yang menyebabkan kemurkaan Allah dan apa yang dikirakannya menyampaikan dia kepadanya, maka Allah menetapkan kepadanya karena kata-kata itu sampai hari kiamat.” (Hr. Tirimidzi& Ibnu Majah)                                                     
   Jika ia melihat orang-orang yang memperolok-olok dalam kebatilan, ia akan memisahkan diri dari mereka karena melaksanakan perintah Allah, “Dan apabila kamu melihat orang memperolok-olok ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan itu), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang ang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (QS. An-Am: 68) “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, merela lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS Al-Furqon: 72) Seorang muslim tidak mengandalkan perdebatan dan perbantahan. Tetapi ia lebih menekankan penjelasan kebenaran. Jika ada orang yang membantahnya maka ia menjawabnya dengan mengemukakan hujjah, kemudian selesai. Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kamu membantah saudaramu dan jangan mengolok-ngoloknya dan jangan kamu menjanjikan suatu janji kemudian kamu tidak menepatinya.” (HR. Tirmidzi). “Suatu kamu sesudahku tidak akan sesat kecuali mereka saling berdebat” (HR.  Tirimidzi& Ibnu Majah). Muslim, dimanapun ia berada, tidak menyukai pertentangan dan permusuhan dengan orang lain dengan melampaui batas. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya laki-laki yang paling dibenci Allah ialah yang paling keras pertentangannya.” (HR. Bukhari) Selain itu seorang muslim tidak suka pula terlalu memperberat diri dalam berbicara, meskipun dia tidak mengurangi kefasihannya dibandingkan orang lain. Sehubungan dengan ini Nabi saw bersabda, “Orang-orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh dari majelisku di antar kamu ialah banyak omong tanpa isi dan serampangan.” (HR. Tirmidzi) Mengutuk, mencela, berkata kotor dan keji sangat dijauhi oleh seorang muslim. Karena Rasulullah saw bersabda, “Bukan orang mukmin yang suka mengutuk, mencela, berkata kotor dan keji.” (HR Ahmad). Seroang muslim akan berdosa bila ia mengutuk, kecuali yang dibolehkan Allah. Bersenda gurau dan melucu diperbolehkan asalkan dengan benar (haq). Sehingga gurauan dan kelakarnya tidak terjerumus ke dalam kebatilan, dusta dan mengada-ngada. Rasulullah saw mengatakan kepada orang yang berbicara melucu agar orang menertawakannya, “Celakalah, celaka baginya.” Seorang muslim sangat menghindari kata-kata yang dapat dipahami sebagai merendahkan dan menghina orang lain. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-ngolokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-ngolokkan) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-ngolokkan) dan jangalah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. (QS AL-Hujurat: 11) “Dan jangalah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya (Qs Al-Hujurat: 12) Semua rahasia akan terjamin di tangan seorang muslim. Rasulullah saw bersabda, “Jika salah seorang membicarakan satu pembicaraan yang itu rahasia, maka ia adalah amanah.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud & Ahmad). Sedangkan membuka dan menyebarkan rahasia dipandang sebagai perbuatan khianat. Rasulullah saw bersabda, “Dari Abu Hurairah. Nabi saw bersabda, “Siapa yang merahasiakan cela orang lain di dunia, Allah akan menutupi cela hamba itu di hari kiamat.” (HR. Muslim) Majelis-majelis (pembicaraan) itu adalah amanah, kecuali tiga: Pembicaraan terhadap pembunuh, penzina dan perampok. Seorang muslim jika berjanji akan menetapinya, Allah berfirman:” Hai roang-orang beriman, tepatilah janji-janji itu… (QS. Al Maidah: 1). Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya. (QS.  Maryam:54) Sabda Rasulullah saw, diantara tanda munafik ialah apabila berjanji ia tidak menepatinya. Seorang muslim selalu berkomitmen dengan kebenaran. Jika berbicara, berjanji dan bersumpah ia akan benar, dan hanya muslim-lah yang melestarikan kemuliaan kata-kata dan kepercayaan makhluk terhadap kata-katanya. Rasulullah saw bersabda, “ Dari Abdullah ra. Katanya: “Rasulullah saw bersabda, “Berpegang tegulah dengan berkata benar, karena benar itu membawa kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga; selama orang memelihara sifat benar dan menjaga kebenaran, orang itu dicatat oleh Allah sebagai orang yang benar. Dan jauhilah sifat bohong karena bohong itu membawa kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka, bila seseorang berbuat dusta, ia dicatat oleh Allah sebagai pendusta” (HR. Muslim) Seorang muslim sama sekali dilarang berdusta, kecuali dalam tiga tempat. Ummu kaltsum meriwayatkan sebuah hadist. “Dari Ummu Kaltsum binti ‘Uqbah ra, katanya:” Kudengar Rasulullah saw bersabda, “Bukan terhitung pendusta yang berdusta karena mengadakan ishlah antara manusia dengan perkataan yang baik dan hasil yang baik. Kata bin Syihab, “belum pernah aku dengar yang dibolehkan memakai kata dusta, kecuali pada tiga tempat: mengadakah ishlah sesama manusia, dalam peperangan dan rayuan suami kepada istrinya dan rayuan istri kepada suaminya. (HR Abu Dawud) Dalam ketiga tempat pun, kalau kita teliti, seorang muslim akan memilih kata-kata yang tetap mengandung kebenaran. Seorang muslim konsekuen tidak akan melakukan ghibah “mengumpat”. Ia tidak akan menyebut-nyebut sesuatu yang berhubungan dengan seseorang yang perkataan itu tidak disukainya kalau ia mendengar meskipun orang tersebut adalah orang kafir. Kecuali bila tidak disebutnya akan membahayakan atau sangat perlu menyebutkannya. Rasulullah saw bersabda, ‘Dari Abu Hurairah ra, katanya Rasulullah saw bersabda, “Tahukah kau apakah yang disebut ghibah?” Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Rasulullah berkata, “ Ghibah itu ialah memperkatakan saudaramu padahal ia tidak suka kalau perkataan itu didengarnya.” Rasulullah saw ditanya, “Bagaimana kalau memang yang dikatakannya itu ada pada orang itu?” Jawab beliau, “Kalau memang ada itulah yang namanya ghibah dan kalau tidak ada, sesungguhnya kamu telah berbuat yang batil dan dusta.” (HR Muslim) Muslim akan tetap konsekuen tidak akan menyebarkan desas-desus yang dapat membangkitkan permusuhan, menyebabkan timbulnya permusuhan atau melestarikannya. Rasululah saw bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang kerjanya membuat onar.” Sebaliknya, seorang muslim dengan perkataannya selalu menimbulkan perbaikan di kalangan manusia. Muslim tidak akan bermuka dua, munafik dan berpura-pura. Karena itu ia tampak jelas kepribadiannya dan urusannya. Tidak menjadi orang mudzabdzah, bunglon dan hipokrit. Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa di dunianya menjadi orang bermuka dua, maka di akhirat nanti akan diberi dua lidah dari api neraka? (HR Abu Dawud & Ad Darami) “Kamu akan menjumpai orang yang paling buruk di hari kiamat ialah orang yang bermuka dua; yaitu yang mendatangi satu kelompok orang dengan membawa satu cerita dan ke kelompok lain dengan satu cerita lain.” (HR Ahmad) “Dari Abu Hurairah ra katanya, Rasulullah saw bersabda, “Sejahat-jahat manusia ialah yang bermuka dia, datang ke satu kelompok dengan satu muka dan ke kelompok lain dengan muka yang lain.” (HR Muslim) “Jihad paling utama ialah kalimat haq ( yang dikatakan langsung) di sisi pemerintah yang zhalim.” (HR Ahmad) Seorang muslim tidak suka memuji orang lain didepannya. Karena hal itu menimbulkan riya’ dan menanam kesombongan di hati orang yang dipuji. Dalam satu hadist disebutkan, “Dari Abu Bakar ra. Katanya, “Seorang laki-laki memuji laki-laki lain di sisi Rasulullah saw, lalu beliau bersabda, Ah! Engkau telah memotong leher temanmu.’ Perkataan ini diulanginya beberapa kali. Kemudia Beliau bersabda, “Barangsiapa di antara kamu terpaksa memuji saudaranya hendaklah ia berkata, “Saya kira si Fulan, hanya Allah yang mengetahui dan saya tidak akan mensucikan seseorang di sisi Allah, sepanjang dugaan saya orang itu begini atau begitu; kalau mengetahui keadaan orang tersebut.” (HR Bukhari) Seorang muslim benar-benar komitmen terhadap kebenaran dan keilmiahan dalam pembicaraannya. Menjauhi kesalahan, dan ia lebih dahulu menentukan bobot pembicaraan sebelum dikatakan. Rasululah saw bersabda, “Orang yang paling berani berfatwa (tanpa dasar) adalah orang yang berani masuk neraka. (HR Ad-Darami) Dia tidak akan membicarakan satu pembicaraan yang tidak mengandung kemaslahatan kepada pendengar. Karena itu ia tidak akan menyiarkan satu topik pembicaraan yang dapat membangkitkan kemudharatan, atau yang dapat melemahkan aqidah dan prilaku. Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kamu berbicara satu topik pembicaraan kepada kaum yang belum terjangkau oleh akal kaum tersebut, melainkan (kalau kamu membicarakannya) akan menimbulkan fitnah bagi sebagian mereka.” (HR Muslim) Akhirnya, seorang yang benar-benar muslim pasti, dengan izin Allah, akan mendapat kepercayaan dari berbagai kalangan. Tidak diragukan lagi bahwa lisannya mengandung kebaikan murni dan ma’ruf yang tidak tercampur mungkar. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (QS Al Mujadillah: 9) Dengan demikian Jelaslah karakteristik muslim dalam berbicara… *Di ambil dari Buku Al-Islam Jilid I yang ditulis oleh Sa’id Hawa. Pada halaman 429 - 438*)
Subahanallah Luar biasa ya penjelasan di atas, meskipun sangat panjang lebar,namun insya allah bermanfaat
1. Semua perbicaraan harus kebaikan, dalam hadis Nabi Muhammad SAW disebutkan: “Barangsiapa yang beriman pada ALLAH dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.” (HR Bukhari Muslim)
2. Berbicara harus jelas dan benar, sebagaimana dalam hadis Aisyah ra:
“Bahawasanya perkataan Rasulullah SAW itu selalu jelas sehingga bisa difahami oleh semua yang mendengar.” (HR Abu Daud)
3. Seimbang dan menjauhi berlarut-larutan, berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku nanti di hari Kiamat ialah orang yang banyak bercakap dan berlagak dalam berbicara.” Maka dikatakan: Wahai Rasulullah kami telah mengetahui erti ats-tsartsarun dan mutasyaddiqun, lalu apa makna al-mutafayhiqun? Maka jawab nabi SAW: “Orang-orang yang sombong.” (HR Tirmidzi dan dihasankannya)
4. Menghindari banyak berbicara, kerana khuatir membosankan yang mendengar, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Wa’il:
“Adalah Ibnu Mas’ud ra senantiasa mengajari kami pada setiap hari Khamis, maka berkata seorang lelaki: Wahai Abu Abdurrahman (gelaran Ibnu Mas’ud) seandainya anda mahu mengajari kami setiap hari? Maka jawab Ibnu Mas’ud : Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku memenuhi keinginanmu, hanya aku khuatir membosankan kalian, kerana akupun pernah meminta yang demikian pada Rasulullah SAW dan beliau menjawab khuatir membosankan kami” (HR Muttafaq ‘alaih)
5. Mengulangi kata-kata yang penting jika dibutuhkan, dari Anas ra bahwa adalah Nabi Muhammad SAW jika berbicara maka baginda mengulanginya 3 kali sehingga semua yang mendengarkannya menjadi faham, dan apabila baginda mendatangi rumah seseorang maka baginda pun mengucapkan salam 3 kali. (HR Bukhari)
6. Menghindari mengucapkan yang bathil, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diredhai ALLAH SWT yang ia tidak mengira yang akan mendapatkan demikian sehingga dicatat oleh ALLAH SWT keredhaan-NYA bagi orang tersebut sampai nanti hari Kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata yang dimurkai ALLAH SWT yang tidak dikiranya akan demikian, maka ALLAH SWT mencatatnya yang demikian itu sampai hari Kiamat.” (HR Tirmidzi dan ia berkata hadis hasan shahih; juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
7. Menjauhi perdebatan sengit, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:
“Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapatkan hidayah untuk mereka, melainkan karena terlalu banyak berdebat.” (HR Ahmad dan Tirmidzi) dan dalam hadis lain disebutkan sabda Nabi Muhammad SAW: “Aku jamin rumah di dasar syurga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah di tengah syurga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak syurga bagi yang baik akhlaqnya.” (HR Abu Daud)
8. Menjauhi kata-kata keji, mencela, melaknat, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW: “Bukanlah seorang mukmin jika suka mencela, melaknat dan berkata-kata keji.” (HR Tirmidzi dengan sanad shahih)
9. Menghindari banyak bercanda(bergurau), berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya seburuk-buruk orang disisi ALLAH SWT di hari Kiamat kelak ialah orang yang suka membuat manusia tertawa.” (HR Bukhari)
10. Menghindari menceritakan aib orang dan saling memanggil dengan gelaran yang buruk, berdasarkan ayat al-quran, Al-Hujjurat:11, juga dalam hadis Nabi Muhammad SAW: “Jika seorang menceritakan suatu hal padamu lalu ia pergi, maka ceritanya itu menjadi amanah bagimu untuk menjaganya.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi dan ia menghasankannya)
11. Menghindari dusta, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:
“Tanda-tanda munafik itu ada tiga, jika ia bicara berdusta, jika ia berjanji mengingkari dan jika diberi amanah ia khianat.” (HR Bukhari)
12. Menghindari ghibah(mengutuk) dan mengadu domba, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:
“Janganlah kalian saling mendengki, dan janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling berkata-kata keji, dan janganlah kalian saling menghindari, dan janganlah kalian saling meng-ghibbah satu dengan yang lain, dan jadilah hamba-hamba ALLAH yang bersaudara.” (HR Muttafaq ‘alaih)
13. Berhati-hati dan adil dalam memuji, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW dari Abdurrahman bin Abi Bakrah dari bapanya berkata: Ada seorang yang memuji orang lain di depan orang tersebut, maka berkata Nabi SAW: “Celaka kamu, kamu telah mencelakakan saudaramu! Kamu telah mencelakakan saudaramu!” (dua kali), lalu kata baginda SAW: “Jika ada seseorang ingin memuji orang lain di depannya maka katakanlah: Cukuplah si fulan, semoga ALLAH mencukupkannya, kami tidak mensucikan seorangpun di sisi ALLAH, lalu barulah katakan sesuai kenyataannya.” (HR Muttafaq ‘alaih dan ini adalah lafzh Muslim) dan dari Mujahid dari Abu Ma’mar berkata: Berdiri seseorang memuji seorang pejabat di depan Miqdad bin Aswad secara berlebih-lebihan, maka Miqdad mengambil pasir dan menaburkannya di wajah orang itu, lalu berkata: Nabi Muhammad SAW memerintahkan kami untuk menaburkan pasir di wajah orang yang gemar memuji. (HR Muslim)
Subahanallah Luar biasa ya penjelasan di atas, meskipun sangat panjang lebar,namun insya allah bermanfaat 


Share:

Facebook Like

Search Bar

ROHIS FOR ID

Advertisement