Assalamualaikum Sahabat muslim
Apa kabar sahabat muslim hari ini
Semoga Selalu dalam lindungan Allah SWT ya Aamiin....
Tidak terasa ya tahun baru masehi tinggal hitungan jam
nah tentunya sahabat muslim ni mungkin sudah banyak ya mempersiapkan perayaan pada malam tersebut,namun
usut punya usut ini ternyata perayaan malam tahun baru itu banyak sisi negatifnya loh bahkan ada yang mengatakan hal tersebut haram,loh kok bisa!
Simak selengkapnya ya di bawah ini
Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM
(sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar
Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah
diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius
Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang
menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi
matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam
penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar
menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1
Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari
ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari
penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di
tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius
atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius
Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.[1]
Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru
dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam. Perayaan tahun
baru ini terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak dulu telah
dirayakan oleh orang-orang kafir.
Berikut adalah beberapa kerusakan akibat seorang muslim
merayakan tahun baru.
1.Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan) yang
Haram
Perlu diketahui bahwa perayaan (’ied) kaum muslimin ada dua
yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan,
كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ
فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ
قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا
خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan
Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian
memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah
menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan
Idul Adha.’”[2]
Namun setelah itu muncul berbagai perayaan (’ied) di tengah kaum
muslimin. Ada perayaan yang dimaksudkan untuk ibadah atau sekedar meniru-niru
orang kafir. Di antara perayaan yang kami maksudkan di sini adalah perayaan
tahun baru Masehi. Perayaan semacam ini berarti di luar perayaan yang
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudkan sebagai perayaan
yang lebih baik yang Allah ganti. Karena perayaan kaum muslimin hanyalah dua
yang dikatakan baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.
Perhatikan penjelasan Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts
‘Ilmiyyah wal Ifta’, komisi fatwa di Saudi Arabia berikut ini:
Al Lajnah Ad Da-imah mengatakan, “Yang disebut ‘ied atau hari perayaan secara istilah adalah semua bentuk perkumpulan yang berulang secara periodik boleh jadi tahunan, bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi dalam ied terkumpul beberapa hal:
Al Lajnah Ad Da-imah mengatakan, “Yang disebut ‘ied atau hari perayaan secara istilah adalah semua bentuk perkumpulan yang berulang secara periodik boleh jadi tahunan, bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi dalam ied terkumpul beberapa hal:
1. Hari yang berulang
semisal idul fitri dan hari Jumat.
2. Berkumpulnya banyak
orang pada hari tersebut.
3. Berbagai aktivitas
yang dilakukan pada hari itu baik berupa ritual ibadah ataupun non ibadah.
Hukum ied (perayaan) terbagi menjadi dua:
1. Ied yang tujuannya
adalah beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan hari tersebut
dalam rangka mendapat pahala, atau
2. Ied yang mengandung
unsur menyerupai orang-orang jahiliah atau golongan-golongan orang kafir yang
lain maka hukumnya adalah bid’ah yang terlarang karena tercakup dalam sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengada-adakan amal dalam agama kami ini
padahal bukanlah bagian dari agama maka amal tersebut tertolak.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Misalnya adalah peringatan maulid nabi, hari ibu dan hari
kemerdekaan. Peringatan maulid nabi itu terlarang karena hal itu termasuk
mengada-adakan ritual yang tidak pernah Allah izinkan di samping menyerupai
orang-orang Nasrani dan golongan orang kafir yang lain. Sedangkan hari ibu dan
hari kemerdekaan terlarang karena menyerupai orang kafir.”[3] -Demikian penjelasan
Lajnah-
Begitu pula perayaan tahun baru termasuk perayaan yang terlarang
karena menyerupai perayaan orang kafir.
2. Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang
Kafir
Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak
dulu Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah
mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi,
Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau
pun berhari raya.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ
قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ »
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan
generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu
ada yang menanyakan pada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah
mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain
mereka, lantas siapa lagi?“[4]
Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا
بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ . قُلْنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian
sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang
kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian
pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat)
berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan
Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” [5]
An Nawawi –rahimahullah– ketika menjelaskan hadits di
atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal)
dan dziro’ (hasta) serta lubang dhob (lubang
hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum
muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum
muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan
dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau
karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”[6]
Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan memang benar-benar terjadi saat
ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun
yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk
pula perayaan tahun baru ini.
Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara
tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh).
Beliau bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk
bagian dari mereka.” [7]
Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal
pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan
dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).[8]
3.Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru
Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari
orang kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang
jahil ada yang mensyari’atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian
tahun. “Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru
kita isi dengan dzikir berjama’ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada
menunggu pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian
orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti melakukan suatu
amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan
atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari’atkan amalan tertentu
ketika itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan
meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.
Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru
diisi dengan hal yang tidak bermanfaat, mending diisi dengan dzikir. Yang
penting kan niat kita baik.”
Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan
Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai
tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan
dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud,
وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ.
“Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami
tidaklah menginginkan selain kebaikan.”
Ibnu Mas’ud lantas berkata,
وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka
tidak mendapatkannya.” [9]
Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah
cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.
4.Terjerumus dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun
Baru
Kita telah ketahui bersama bahwa tahun baru adalah syiar orang
kafir dan bukanlah syiar kaum muslimin. Jadi, tidak pantas seorang muslim
memberi selamat dalam syiar orang kafir seperti ini. Bahkan hal ini tidak
dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’).
Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan, “Adapun
memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi
orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.
Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti
mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan
ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang
mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos
dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka
sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada
salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan
selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan
selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau
ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal
tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang
mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada
seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas
mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”[10]
5.Meninggalkan Perkara Wajib yaitu Shalat Lima Waktu
Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk
untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini
diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari,
kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita
sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan
shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka
tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan
sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik.
Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu
bukanlah perkara sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu
termasuk dosa besar.
Ibnul Qoyyim –rahimahullah– mengatakan, “Kaum muslimin
tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat
lima waktu) dengan sengaja termasuk dosa besar yang paling besar dan dosanya
lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan
minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan
kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[11]
Adz Dzahabi –rahimahullah– juga mengatakan, “Orang yang
mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang
meninggalkan shalat -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang
berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk
dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk
pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan
shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang
berbuat dosa).”[12]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima
waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا
فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah
shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[13] Oleh
karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga
membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.
Dengan merayakan tahun baru, seseorang dapat pula terluput dari
amalan yang utama yaitu shalat malam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[14]
Shalat malam adalah sebaik-baik shalat dan shalat yang biasa digemari oleh
orang-orang sholih. Seseorang pun bisa mendapatkan keutamaan karena bertemu
dengan waktu yang mustajab untuk berdo’a yaitu ketika sepertiga malam terakhir.
Sungguh sia-sia jika seseorang mendapati malam tersebut namun ia
menyia-nyiakannya. Melalaikan shalat malam disebabkan mengikuti budaya orang
barat, sungguh adalah kerugian yang sangat besar.
6.Begadang Tanpa Ada Hajat
Begadang tanpa ada kepentingan yang syar’i dibenci oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah
menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali.
Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ
قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur
sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”[15]
Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat
ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat
shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang
begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang
begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!”[16] Apalagi
dengan begadang, ini sampai melalaikan dari sesuatu yang lebih wajib (yaitu
shalat Shubuh)?!
7.Terjerumus dalam Zina
Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan
tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur
baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih
parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang
sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam
bergaul dengan lawan jenis. Inilah yang terjadi di malam pergantian tahun dan
ini riil terjadi di kalangan muda-mudi. Padahal dengan melakukan seperti
pandangan, tangan dan bahkan kemaluan telah berzina. Ini berarti melakukan
suatu yang haram.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ
مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ
وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا
الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan
ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan
melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan
berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah
dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu
kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[17]
8.Mengganggu Kaum Muslimin
Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon,
petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu
kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu
orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal
mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya
tidak mengganggu orang lain.”[18]
Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini
adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya
dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri
mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu
hanya menyakiti seekor semut”.”[19] Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus
dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas
bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara
bising atau mungkin lebih dari itu?!
9.Meniru Perbuatan Setan dengan Melakukan Pemborosan
Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya
dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang
pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang
memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta
penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan
dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000,
bagaimana jika lebih dari itu?! Masya Allah sangat banyak sekali jumlah uang
yang dibuang sia-sia. Itulah harta yang dihamburkan sia-sia dalam waktu semalam
untuk membeli petasan, kembang api, mercon, atau untuk menyelenggarakan pentas
musik, dsb. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (Qs.
Al Isro’: 26-27)
Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauh
sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan.” Dikatakan demikian karena orang yang
bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan)
adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.” Mujahid mengatakan,
“Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu
bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja
(ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir
(pemborosan).” Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah
mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru
dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.”[20]
10.Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga
Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal
waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal
yang sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi
nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan
hal yang tidak bermanfaat baginya.” [21]
Ingatlah bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan
kematian yaitu sama-sama memiliki sesuatu yang hilang. Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih jelek dari
kematian.
Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah
bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu
akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan
kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”[22]
Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu
yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun
baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah
kepada Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang
menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman,
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَاءكُمُ
النَّذِيرُ
“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup
untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada
kamu pemberi peringatan?” (Qs. Fathir: 37). Qotadah
mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang
bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan
umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”[23]
Inilah di antara beberapa kerusakan dalam perayaan tahun baru.
Sebenarnya masih banyak kerusakan lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu
per satu dalam tulisan ini karena saking banyaknya. Seorang muslim tentu akan
berpikir seribu kali sebelum melangkah karena sia-sianya merayakan tahun baru.
Jika ingin menjadi baik di tahun mendatang bukanlah dengan merayakannya.
Seseorang menjadi baik tentulah dengan banyak bersyukur atas nikmat waktu yang
Allah berikan. Bersyukur yang sebenarnya adalah dengan melakukan ketaatan
kepada Allah, bukan dengan berbuat maksiat dan bukan dengan membuang-buang
waktu dengan sia-sia. Lalu yang harus kita pikirkan lagi adalah apakah hari ini
kita lebih baik dari hari kemarin? Pikirkanlah apakah hari ini iman kita sudah
semakin meningkat ataukah semakin anjlok! Itulah yang harus direnungkan seorang
muslim setiap kali bergulirnya waktu.
Ya Allah, perbaikilah keadaan umat Islam saat ini. Perbaikilah
keadaan saudara-saudara kami yang jauh dari aqidah Islam. Berilah petunjuk pada
mereka agar mengenal agama Islam ini dengan benar.
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku
masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan
(pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah
aku kembali.” (Qs. Hud: 88)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa
shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
SEKIAN TRIMAKSIH SEMOGA BERMANFAAT